Depokrayanews.com- Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah warga negara Indonesia yang mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan sebanyak 138.791 orang.
“Dalam database, (warga) yang menuliskan jenis kepercayaannya itu ada 138.791 terhitung data per 30 Juni 2017. Jumlah ini nanti pasti akan cepat melonjak karena selama ini penghayat kepercayaan itu ada yang menuliskan Buddha, Kristen dan Islam dalam data kependudukannya,” kata Zudan di Bandung, Minggu (12/11/2017).
Jumlah tersebut terhitung sedikit, sekitar 3,14 persen, dibandingkan dengan data penduduk yang mencatatkan diri sebagai penganut enam agama resmi di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Data penghayat kepercayaan di Indonesia diprediksi akan meningkat karena selama ini ada warga penghayat kepercayaan yang terpaksa memilih salah satu dari enam agama resmi untuk kepentingan data kependudukan.
“Kalau mereka melakukan pendaftaran, maka pasti datanya akan berbeda dari yang sekarang. Pendaftaran ini baru bisa kita lakukan setelah mereka mengisi formulir baru, nanti baru kita bisa mengetahui (mereka) dimasukkan dalam sistem penghayat apa,” jelasnya.
Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi, yang mengabulkan permohonan pencatatan penghayat kepercayaan pada data kependudukan, Ditjen Dukcapil Kemendagri mempersilakan warga negara Indonesia yang ingin mengganti agama atau kepercayaan mereka dalam data kependudukan di kartu tanda penduduk (KTP) elektronik dan kartu keluarga (KK).
Amar putusan MK menilai perbedaan pengaturan antarwarga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk tidak didasarkan pada alasan yang konstitusional.
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan selama ini penganut agama resmi dan penghayat kepercayaan diberlakukan berbeda dengan tidak adanya keterangan “kepercayaan” bagi para penghayat tersebut di KTP.
“Pengaturan tersebut telah memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama, yakni terhadap warga negara penghayat kepercayaan dan warga negara penganut agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan dalam mengakses pelayanan publik,” kata Saldi. (ant)
Comment