Depokrayanews.com- Anita Wulandari warga RW 14 Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok harus kehilangan rumahnya karena terlilit hutang dengan rentenir. Ibunya pun sempat dipenjara sebelum kemudian meninggal.
Menurut Anita, kejadian bermula ketika ibunya, Eni Kartini, meminjam uang kepada seorang wanita berinisial N, dengan pengajuan Rp 250 juta pada Februari 2013, lalu.
Uang sebesar itu, akan digunakan Eni untuk biaya pengobatan suami yang sedang sakit keras.
Dari Rp 250 juta yang diajukan, pihak rentenir hanya menyetujui Rp 130 juta. Kemudian dari Rp 130 juta itu, hanya Rp 60 juta yang cair dan diserahkan kepada Eni, sisanya yang Rp 70 juta lagi langsung dipotong renternir sebagai bunga di depan.
Sebagai jaminan pinjaman, sertifikat rumah pun digadaikan pada N, sang rentenir. Kala itu, Eni diminta untuk tanda tangan dikertas kosong dengan janji salinan dari isi surat akan diserahkan kemudian hari. Tapi sampai sekarang salinan surat itu tidak pernah diserahkan N kepada Eni.
Seiring berjalannya waktu, Eni dan keluarga yang tak mampu melunasi hutang akhirnya menjual rumah kepada Waluyo, seorang pedagang sayur.
“Singkatnya kami jual rumah mau nebus sertifikat, kami pindah dan menutupi hutang serta mengobati ayah saya,” kata Anita di Depok, seperti dilansir Jurnal Depok, Selasa 28 April 2020.
Namun nahas, ketika akan menebus sertifikat, ternyata bunga hutang telah naik hingga mencapai Rp 385 juta dalam kurun waktu beberapa bulan di tahun 2013.
“Kami dua kali coba bayar tapi akhirnya enggak bisa. Dua kali itu enggak ada titik temunya,” kata Anita.
Anita menduga, N sengaja menaikan bunga dengan jumlah yang fantastis lantaran tahu rumah tersebut telah dijual pada orang lain (Waluyo). “Jadi dia tahu, nah itu bunga dinaikin lagi,” tuturnya.
Akibat sakit yang diderita, ayah Anita akhirnya meninggal dunia, namun hutang terus membengkak. Ditengah kesedihannya itu, Anita dan keluarga pun kembali diterpa musibah.
“Karena merasa Pak Waluyo sudah kasih Rp 610 juta sebagai pembelian rumah, akhirnya kami keluar dari rumah. Itu itikad baik kita. Tapi ternyata setelah kami keluar, tiba-tiba N datang ke rumah, dia bilang pada Pak Waluyo kalau ini rumah dia (N),” kata Anita.
Kaget, bercampur emosi lantaran merasa telah ditipu, Waluyo akhirnya melaporkan Eni, ibu dari Anita, ke polisi.
“Akhirnya 2015 September Waluyo melaporkan ibu saya dan akhirnya ibu saya dipenjara satu tahun lebih,”katanya.
Kini Eni telah meninggal dunia, namun kasus itu masih terus berlanjut hinga akhirnya sejumlah pihak yang berseteru berproses di Pengadilan Negeri Depok. Ini karena N bersikeras jika rumah itu adalah miliknya. Namun disisi lain, Waluyo merasa telah membayar rumah pada keluarga Anita.
“Intinya kami selama ini tidak pernah menjual rumah pada N. Kami hanya jual pada Pak Waluyo,” jelasnya.
Terkait hal itu, Anita dan Waluyo berharap ada keadilan atas kasus ini. Mereka khawatir rumah itu bakal jatuh ke tangan N. Kedua korban pun telah membuat surat terbuka untuk Presiden RI, Joko Widodo.
“Saya tidak pernah menjual rumah ini selain ke Pak Waluyo. Saya minta ke Pak Presiden untuk penegakkan hukum seadil-adilnya,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Waluyo yang menginginkan pengadilan memutuskan dengan sejujur-jujurnya dengan teliti.
“Karena saya rasa hakim kurang bisa memeriksa jual beli dari N. Saya mohon yang berwenang membantu, agar lebih jelas hak jual beli rumah saya,” kata Waluyo di dampingi kuasa hukumnya, Aulia Hidayat
Sementara itu, kuasa hukum Anita, Erizal berharap hakim bisa melihat kasus ini secara detial dan jeli. Sebab, dirinya menilai, Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti terdapat kecacatan hukum.
“Kami melihat di sini ada cacat administrasi yang harus dilihat hakim,” kata dia.
Sumber:jurnaldepok.
Comment