by

Manuver Politik Mohammad Idris

Walikota Depok, Mohammad Idris.

Depokrayanews.com- Dalam sepekan ini, petahana Mohammad Idris melakukan manuver politik yang luar biasa.

Secara marathon, Idris bertemu DPC PPP Kota Depok, kemudian bertemu DPC Partai Demokrat. Sebelumnya, Idris bersama DPD PAN, bertemu dengan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan di Jakarta.

Yang menarik, pertemuan itu tidak dilakukann secara resmi di kantor DPC partai politik. Tapi Idris sengaja bertandang ke rumah Ketua DPC PPP Kota Depok Qonita Lutfiyah di kawasan Bojongsari. Kemudian Idris datang ke rumah Ketua DPC Partai Demokrat Edi Sitoris di kawasan Cimanggis.

Kabarnya, pekan depan, Idris juga akan bertandang ke rumah sejumlah ketua partai lain.

Dalam setiap kunjungannya, Idris selalu didampingi Khairullah, anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PKS. Banyak yang bertanya, kehadiran Khairullah apakah mewakili PKS ?

Ternyata tidak. Ketua DPD PKS Kota Depok, Hafid Nasir secara tegas mengatakan kehadiran Khairullah, bukan atas nama PKS. Tapi atas nama pribadi. ”Karena memang sejak lama Khairullah sangat dekat dengan Idris, karena dulu sama-sama di MUI,” kata Hafid.

Tapi masyarakat awam susah untuk membedakan Khairullah sebagai pribadi, atau Khairullah sebagai anggota dewan dari PKS.

PKS yang yang pada Pilkada Tahun 2015 lalu mengusung KH Idris Abdul Shomad-Pradi Supriatna, sampai saat ini masih anteng-anteng saja. Setiap kali ditanya, para elite PKS Kota Depok masih malu-malu untuk menyakatakan dukungan kepada Idris karena masih berpegang pada hasil Pemilu Raya (Pemira) yang digelar tahun lalu. Hasil Pemira memunculkan 3 nama yang kemudian diusulkan ke DPW dan DPP PKS yakni Imam Budi Hartono, Hafid Nasir dan T. Farida Rahmayanti.

Beberapa pernyataan dari PKS sempat membuat pendukung Idris bingung. PKS menyatakan akan mendukung kader terbaiknya di Pilkada Kota Depok. Sementara Idris bukan kader PKS. Ketika diambil Nur Mahmudi menjadi wakilnya, Idris berkali-kali mengatakan bahwa dia bukan politisi, tapi akademisi.

Yang agak mengagetkan pernyataan pengrus DPP PKS. Kalaupun Idris akan diusung kembali, maka akan dijadikan wakil walikota karena walikotanya dari kader PKS. Nah lho.

Sejak itu Idris mulai menyusun strategi. Idris sepertinya tidak sabar menunggu hasil keputusan PKS tentang ”nasib” dirinya, apakah akan dicalonkan kembali atau tidak. Idris kemudian membuat sekoci dengan merangkul 4 partai yang kemudian disebut sebagai Koalisasi Tertata yakni PPP, Demokrat, PAN dan PKB.

Tiga partai sudah hampir 100 persen mendukung Idris meskipun surat rekomendasi dari DPP masing-masing belum turun. Sedangkan PKB mengatakan belum mendapat arahan dari DPP.

Bila 4 partai Koalisi Tertata positif mendukung Idris, maka Idris sudah bisa melenggang ke kantor KPU mendaftar sebagai Calon Walikota karena partai Koalisi Tertata dengan 12 kursi sudah memenuhi syarat untuk mendaftarkan calon.

Tapi politik itu dinamis, setiap saat bisa berubah. Karena itu, Idris terus bermanuver dengan gaya politik jemput bola. Artinya, Idris akan terus mendatangi kediaman ketua-ketua partai yang dianggapnya sesuai dengan platform yang akan digunakannya Idris.

Pola manuver yang dipakai Idris mengedepankan silaturahmi. Dengan demikian, Idris ingin memperoleh hasil yang maksimal, dengan sepenuh hati, bukan dengan basa-basi.

Manuver yang dilakukan Idris sejak beberapa hari belakanga, mulai mengusik PKS. Kalau kemudian Idris 100 persen didukung Koalisi Tertata, ditambah sejumlah partai lain, seperti Golkar misalnya, bagaimana posisi PKS ? Apakah akan bergabung dengan Koalisi Tertata, atau PKS mengusung calon sendiri ?

Tentu ini dilema bagi PKS. Kalau PKS bergabung ke Koalisi Tertata, kemudian mengambil posisi wakil walikota, tentu kader akan menilai PKS lebih mementingkan jabatan daripada memperhatikan akar rumputnya.

Memang PKS telah menjalin komunikasi dengan Koalisi Tertata dan Partai Golkar. Tapi setelah empat kali pertemuan, tidak ada kemajuan yang berarti. PKS selalu dan selalu mengatakan pertemuan silaturahmi untuk menyamakan visi.

Oleh banyak pihak, PKS dianggap terlalu lamban mengambil sikap. Meski pemegang kunci karena sebagai partai pemenang, tapi partai lain belum tentu siap dengan gaya politik yang dipakai PKS. Karena itu, dua koalisi yang sudah terjalin, sama sekali tidak melibatkan PKS.

Sebenarnya, PKS dan Mohammad Idris seperti dua sisi mata uang, saling membutuhkan dan saling menguatkan. Kalau PKS mengusung Idris, maka posisi PKS dan Idris sama-sama kuat. Tapi kalau Idris tidak diusung PKS, —-misalnya maju bersama Koalisi Tertata, posisi Idris belum tentu sekuat sekarang, meskipun banyak yang bilang Idris sudah membangun jaringan kaki tangan di semua lini.

Begitu juga sebaliknya, jika PKS tidak mengusung Idris, bisa jadi PKS tidak akan memenangkan ‘pertarungan’ di Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.

Kalau Idris masih maju bersama PKS, maka siapa pun yang akan menjadi wakil walikota tidak terlalu penting untuk dibicarakan, karena magnet PKS dan Idris sudah sangat kuat untuk bisa menang di Pilkada.

Tapi kalau Idris maju bersama Koalisi Tertata, maka sosok atau figur yang akan duduk sebagai wakil walikota harus dihitung dengan matang. Calon wakilnya harus bisa memberikan kontribusi yang luar biasa, baik secara teknis maupun non teknis.

Calon wakil walikota yang akan diusung dipastikan bisa menyumbang suara yang signifikan. Idris dan tim harus cermat menganalisa ini, kalau tidak mau kalah dengan calon lain. Tidak bisa sembarangan memilih calon wakil, seperti kalau Idris maju bersama PKS. (des)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *