DEPOKRAYANEWS.COM- Majalah Globe Asia Tahun 2018 pernah merilis daftar 150 orang terkaya di Indonesia. Dari deretan nama-nama orang terkaya itu, ada 4 orang anak muda, usia di bawah 40 tahun, termasuk Ferry Unardi dari Traveloka.
Ia adalah salah satu pengusaha muda di Indonesia yang mendirikan perusahaan penjualan tiket online bernama Traveloka. Debut utamanya membangun usaha tersebut dimulai ketika usianya masih 23 tahun yakni pada 2012.
Besarnya nama Traveloka tak lepas dari profil Ferry Unardi sang CEO sekaligus Co Founder dari Traveloka. Sosoknya yang memang lebih banyak di balik layar mungkin kalah tersohor dibanding nama Traveloka itu sendiri. Namun cerita inspiratifnya dalam membangun Traveloka tak kalah menarik untuk diceritakan.
Ferry Unardi lahir di Padang pada 16 Januari 1988. Setelah lulus dari pendidikan sekolah menengah atas, Ferry memutuskan untuk kuliah di Purdue University jurusan Computer Science dan Engineering.
¨Saya tidak melihat diri saya sebagai seorang entrepreneur, tetapi lebih sebagai seorang engineer. Sebagai seorang yang menyukai IT ketika remaja, mengambil jurusan matematika ketika kuliah, dan sempat bekerja di Microsoft, bahkan ide mendirikan starup itu tidak pernah ada dalam benak¨ kata Ferry Unardi suatu ketika.
Sejak lulus S1 Ferry bekerja di Microsoft, Seattle sebagai seorang software engineer. Tiga tahun berkecimpung di dunia engineering membuatnya berpikir bahwa dirinya tak akan bisa menjadi yang ¨engineer terbaik¨. Kegelisahannya ini pada akhirnya membawanya pada sebuah perjalanan ke China. Di sinilah Ferry mendapatkan pencerahan tentang bisnis travel yang sepertinya menarik.
Hal lain yang menuntunnya pada keputusan untuk membangun Traveloka adalah sulitnya sistem booking pesawat. Saat bekerja di Microsoft Ferry kerap pulang ke kampung halamannya di Padang. Namun ia justru merasa kesulitan saat ingin membeli atau mem-booking tiket pesawat untuk pulang kampung tersebut.
Ferry juga merasa kesulitan untuk memprediksikan rute pesawat yang akan dipilihnya. Dari sanalah Ferry yang saat itu berusia 23 tahun memutuskan untuk keluar dari dunia karirnya. Bagi Ferry, inilah masa yang paling stress dalam hidupnya.
Merasa tak memiliki kapasitas dalam dunia bisnis dan tak paham bagaimana mengelola perusahaan, Ferry Unardi harus mengambil satu langkah ke belakang sebelum akhirnya membangun Traveloka. Ia memutuskan untuk kuliah di Harvard University untuk memperoleh gelar MBA dalam bidang bisnis.
Jalan satu semester ternyata rencananya harus diubah. Ferry Unardi memilih untuk keluar dari kampusnya dan mulai mengembangkan sebuah mesin pencari tiket pesawat dengan teknologi yang lebih modern, fleksibel dan praktis. Ferry menyebut pada awalnya banyak orang yang menyayangkan keputusannya kala itu.
“Saya ingat ketika semua orang mempertanyakan keputusan saya untuk berhenti, tapi itulah yang harus dilakukan. Berhenti kuliah adalah keputusan yang sangat sulit, baik untuk saya dan pasangan saya karena ia bekerja untuk LinkedIn pada saat itu dan memiliki saham yang belum sepenuhnya diperoleh, tapi saya ingat pernah mengatakan ketika itu bahwa kita masih cukup muda untuk melakukan kesalahan, dan tidak ada waktu yang lebih baik dari pada sekarang” kata Ferry.
Saat itu bisnis di bidang reservasi tiket adalah salah satu dari startup yang sedang booming dan menjadi trend. Begitu banyak investor yang berlomba-lomba untuk masuk dalam bidang bisnis tersebut. Baginya, jika Traveloka tak memulai langkah saat itu juga, maka akan tertinggal di kemudian hari.
Awalnya Traveloka hanya berupa platform flight search dan aggregator penerbangan. Seiring berjalannya waktu, Ferry Unardi dan timnya menyadari bahwa masalah yang terjadi bukan hanya saat menemukan penerbangan tapi juga saat melakukan transaksi. Pelanggan merasa tak puas karena mereka harus menggunakan layanan lain untuk menyelesaikan proses pembelian tiket. Hingga akhirnya Traveloka berkembang menjadi salah satu platform yang bisa digunakan untuk layanan transaksi juga.
Tantangan lain yang harus dihadapi Ferry Unardi adalah bagaimana cara mengelola tim yang awalnya berjumlah 8 orang menjadi belasan, puluhan bahkan ratusan orang. Banyak hal yang harus dilakukan sebagai perusahaan baru, termasuk membentuk budaya perusahaan dan membangun manajemen yang solid.
Ferry mengaku banyak belajar melalui buku karya Ben Horowitz, veteran startup dan legenda VC, The Hard Thing about Hard Things.
“Buku ini mengajarkan saya bahwa orang hanya memperhatikan pertumbuhan dan pengguna, tetapi juga harus fokus dengan apa yang ada di balik hal tersebut. Salah satunya tentang pentingnya membangun tim yang tepat. Orang-orang tidak berbicara tentang hal ini karena tidak secara langsung berhubungan dengan internet. Tetapi pada akhirnya kami adalah perusahaan dan kami harus terlebih dahulu dan terutama membangun sebuah perusahaan.” kata dia.
Perlahan tapi pasti, saat sudah banyak pengguna yang setia dengan Traveloka mulai banyak maskapai yang mau bekerja sama dengan Traveloka. Bahkan kini Traveloka tak hanya menyediakan reservasi tiket pesawat, ada juga treservasi tiket kereta api dan hotel. (mad/red)
Comment