DEPOKRAYANEWS.COM- Untuk mencegah semakin maraknya aksi kekerasan di lingkunga satuan pendidikan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Nadiem mengatakan Permendikbudristek PPKSP dikeluarkan untuk menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi.
Selain itu, kata dia, Permendikbudristek tersebut juga untuk membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.
“Hari ini kita luncurkan bersama yaitu Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” kata Nadiem disiarkan di YouTube Kemendikbud RI, Selasa 8 Agustus 2023.
“Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan,” kata dia.
Nadiem menilai Permendikbudristek PPKSP menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi anak. Peraturan ini, kata Nadiem, menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Nadiem menyampaikan Permendikbudristek PPKSP menghilangkan area ‘abu-abu’ dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi.
Selain mengatur tindakan kekerasan, Nadiem menjelaskan Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.
“Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” kata Nadiem.
Nadiem mengamanatkan agar tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas).
“TPPK dan Satuan Tugas perlu dibentuk dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani,” ujarnya.
Nadiem menyebut Permendikbudristek ini dikeluarkan juga sebagai respons dari maraknya kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual. Lalu, 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.
Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) tahun 2021 yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.
Sebelumnya, Nadiem telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi diwajibkan membuat Satgas untuk pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di kampus. (mad)
Comment