Depokrayanews.com- Pemerintah Kota Depok meraih penghargaan Sindo Weekly Government Award 2017 untuk kategori Peduli Ketahanan Pangan. Penghargaan itu diserahkan oleh Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono kepada Walikota Depok, Mohammad Idris di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 3 April 2017.
Depok merupakan salah satu dari 13 kota yang meraih penghargaan Government Award 2017. 12 Kota lain adalah Balikpapan (Ekonomi Kreatif), Binjai (e-Government), Jambi (Kesehatan), Makasar (Layanan Publik), Malang (Tata Kota), Medan (Sosial Tenaga Kerja), Padang (Maritim), Pangkalpinang (Pemuda Olahraga), Parepare (Peningkatan PAD), Pasuruan (UMKM), Semarang ((Transportasi Publik) dan Tangerang Selatan (Kota Layak Anak).
Kemudian 4 provinsi yang mendapat penghargaan yakni Jambi (Jaminan Sosial), Jawa Barat (Pariwisata), Jawa Timur (Investasi) dan Maluku (Toleransi dan Keberagaman). Sejumlah kepada daerah juga mendapat penghargaan karena dianggap berprestasi.
Bagi Depok, penghargaan ini merupakan prestasi yang luar biasa dan merupakan bentuk penghargaan terhadap apa yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Depok dalam berinovasi di bidang ketahanan pangan, meskipun di lahan yang semakin terbatas.
Walikota Depok Mohammad Idris mengatakan ada beberapa aspek yang dijadikan indicator keberhasilan Kota Depok sehingga kemudian mendapat penghargaan yang diberikan majalah Sindo.
Indikator itu antara lain dilihat dari meningkatnya produksi tanaman, seperti tanaman holtikultura. Kemudian berkembangnya program kawasan rumah pangan lestari (KRPL) ke semua kelurahan, adanya pasar tani dan adanya program Three Days No Rice (TDNR) atau tiga hari tanpa nasi.
Menurut Idris, Pemerintah Kota Depok mengupayakan agar masyarakat tidak hanya tergantung pada beras. Kalau pun harus mengkonsumsi beras, bisa menggunakan beras hitam dan beras merah.
Program penanaman beras merah dan beras hitam sudah dikembangkan Pemkot Depok bersama TNI. Tahap awal sudah bisa menghasilkan 10 ton beras hitam di Kecamatn Tapos.
Idris menyebut, beras hitam mengandung protein tinggi, meskipun harganya jauh lebih tinggi dibanding beras merah. Bagi petani ini sangat menguntungkan, karena dengan luas lahan yang sama, hasilnya secara ekonomi jauh lebih tinggi dibanding beras merah, apalagi beras putih.
Pemkot Depok siap untuk memfasilisasi petani menjual hasil produksi beras hitam di Pasar Tani yang dilaksanakan setiap sebulan sekali di lapangan Balaikota Depok.
Hasil pertanian beras hitam yang ditanam di lahan seluas 1 Ha berhasil mendapatkan sekitar 5 ton padi untuk sekali panen. Dalam satu tahun bisa tanam sebanyak 3 kali.
Idris menyebut, manfaat beras hitam banyak sekali seperti karbohidrat yang lebih rendah dari beras putih dan merah. Ini mampu menjaga keseimbangan metabolisme dalam tubuh untuk pencernaan juga lebih aman.
“Beras hitam salah satu antioksidan yang efektif diserap tubuh, pewarna alami pada makanan, pelindung bagi kesehatan jantung, membantu proses detoksifikasi tubuh, mencegah obesitas dan masih banyak lagi kandungan lainnya,” kata Idris.
Selain itu, Pemkot Depok juga mengembangkan diversifikasi pangan dengan menanam singkong, ubi, dan produk pertanian lain. Biasanya, singkong atau ubi ditanam untuk menyelingi masa tanam beras untuk wilayah dengan irigasi setengah teknis. Artinya di lahan yang tidak mendapatkan suplai air secara teratur seperti di wilayah irigasi teknis.
Untuk wilayah dengan irigasi teknis bisa panen beras 3 kali dalam setahun, sedangkan untuk wilayah dengan irigasi setengah teknis hanya bisa 2 kali. Di sela itulah kemudian diselingin dengan tanaman palawija, seperti jagung, singkong, kacang tanah atau timun suri menjelang bulan puasa.
Idris akan berupaya mempertahankan lahan pertanian yang masih tersisa di Kota Depok. Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Pemkot Depok kelihatan bahwa di Depok masih ada 515 hektar lahan pertanian, dan 150 hektar diantaranya adalah lahan pertanian sawah, yang tersebar di Kecamatan Tapos, Cimanggis, Bojongsari, Sawangan dan Limo
Bila dilihat dari data statistic kelihatan bahwa luas lahan pertanian di Kota Depok terus berkurang setiap tahun. Pada tahun 2010 misalnya, luas lahan pertanian sawah di Depok masih 350 hektar, kemudian pada tahun 2012 hilang sebanyak 110 hektar sehingga tinggal 240 hektar. Pada tahun 2015 ketika RTRW disahkan masih ada lahan pertanian seluas 217 hektar, tapi kemudian tahun 2016 tinggal 150 hektar lagi. Produksi padi dari lahan pertanian yang ada hanya 1.518 ton per tahun. Rata-rata produksi padi di Depok 5-6 ton per hektar.
Sementara kebutuhan beras di Depok makin besar seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Saat ini, penduduk Kota Depok mencapai 2,1 juta jiwa. Konsumsi beras 0,3 kg per jiwa. Bisa dibayangkan berapa besarnya kebutuhan beras di Depok.
Itulah kenapa kemudian Pemkot Depok mengembangkan program tiga hari tanpa nasi. Kemudian mengembangkan beras dengan protein tinggi seperti beras merah dan beras hitam tadi. Untuk memenuhi kebutuhan beras itu, Idris akan menjalin kerjasama dengan daerah penghasil beras kemudian membangun gudang beras di Depok, sehingga stok beras bisa terjaga.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Pemkot Depok, Nunu Heriyana menyambut gebira penghargaan yang diberikan majalan Sindo itu. “Alhamdulillah penghargaan ini dapat kita raih berkat inovasi yang diterapkan di Kota Depok,’’ kata Nunu.
Menurut Nunu, penghargaan yang diraih itu merupakan wujud keseriusan DKPPP untuk meningkatkan ketahanan pangan di Kota Depok. DKPPP, katanya melakukan inovasi pangan dengan melibatkan petani dalam program penanaman padi Ciherang dan beras hitam.
Inovasi yang dilihat terkait ketahanan pangan di Kota Depok adalah program Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (SITT) sebagai solusi pertanian di perkotaan. Kota Depok saat ini juga telah menerapkan sistem integrasi tanamaman antara hewan dan tumbuhan. Program ini, telah diujicobakan antara kelinci dan tumbuhan kangkung, serta ikan dengan padi atau biasa disebut dengan istilah mina padi.
Upaya meningkatkan produksi tanaman pangan dan holtikultura yang terintegrasi, sudah dijalankan sejak Februari 2017 lalu. Dengan cara itu, diharapkan hasil pertanian dan peternakan di Depok terus meningkat sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan. Program ini diujicoba pada hewan sapi dan tanaman padi.
Sistem integrasi ini nantinya akan menggunakan sisa padi sebagai pakan ternak, sedangkan kotoran sapi dibuat untuk pupuk dengan menggunakan bakteri untuk bahan fermentasinya sehingga menjadi pupuk organic yang menyuburkan lahan sawah.
Pola ini diharapkan tidak hanya menambah hasil produksi pertanian, tapi juga peternakana, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pola ini secara otomatis bisa mengatasi masalah ketersediaan pakan ternak dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, dan bonggol jagung. Program ini digulirkan dengan melibatkan 20 kelompok tani yang ada di Kota Depok.
“Semoga dengan diberikannya penghargaan ini, mampu memotivasi para petani untuk meningkatan potensi lahan pertanian padi yang masih tersisa di Depok,” kata Nunu.
Di luar itu, perhatian terhadap petani harus ditingkatkan pemerintah, agar mereka tidak terlalu gampang menjual lahan pertaniannya kepada pihak pengembang rumah. Meski itu merupakan hak petani, tapi kalau pemerintah memberikan perhatian lebih untuk bisa meningkatkan produksi padinya, barangkali mereka tetap bisa menikmati hidup sebagai petani karena semua kebutuhannya bisa terpenuhi.
Saat ini, pemerintah baru bisa memberikan subsidi kepada petani dalam bentuk benih dan pupuk. Itupun nilainya sangat kecil baru 1 ton benih per tahun, begitu juga dengan subsidi pupuk urea 1 ton per tahun. Jumlah itu tidak sampai 10 persen dari total kebutuhan petani. (ad)
Comment