Depokrayanews.com- Banyak orang bicara soal kesetaraan dan keadilan gender. Bagaimana mengukurnya? Apa indikatornya?
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita salah kaprah memerjemahkan apa itu keseteraan, apa itu keadilan.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (DPAPM) Pemerintah Kota Depok, Nancy Olivia Rossa menyebut bicara keadilan itu bukan betul betul harus sama secara jumlah atau nilai.
Misalnya soal junlah toilet di tempat umum. Kalau toilet laki-laki ada dua. Apakah toilet perempuan juga dua, supaya adil? Menurut Nancy, bukan begitu pengertian adil.
Data statistik menyebut jumlah penduduk Indonesia jauh lebih banyak perempuan dibanding laki-laki. Tinggal dilihat prosentaseya. apakah 40: 60 persen atau 45: 55 persen. artinya bisa 1:2. Maka dalam praktek di lapangan 1: 2 itu juga harus menjadi perhatian. Kalau toilet laki-laki ada 4, makan paling tidak toilet perempuan ada 6. Itu yang disebut adil. Banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi sesuai UU Inpres nomor 9 Tahun 2000 kemudian diperkuat dengan Permendagri nomor 67 tahun 2011, maka ada beberapa indikator yang dijadikan untuk mengukut kesetaraan dan keadilan
Indikator kesetaraan dan keadilan gender adalah indikator kualitas sumber daya manusia yang dirumuskan dalam HDI, GDI, dan GEM yang secara berkala dipublikasikan oleh UNDP dan BPS yakni meliputi bisang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, keterwakilan laki-laki dan perempuan dalam di eksekutif dan legislatif kemudian penerapan penegakan hukum.
Dalam bidang kesehatan misalnya. Dilihat bagaimana angka kematian ibu akibat hamil dan melahirkan, kematian bayi dan anak laki-laki dan perempuan, angka harapan hidup laki-laki dan perempuan.
Begitu juga di bidang pendidikan. Yang dilihat terutama lama masa pendidikan anak laki-laki dan perempuan, proporsi jenis pendidikan antara laki-laki dan perempuan, pendayagunaan latar belakang pendidikan dalam bidang pekerjaan antaraaki-laki dan perempuan.
Begitu juga di bidang ketenagakerjaan, bagaimana proporsi laki-laki dan perempuan sebagai pimpinan dan tunjangan kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan..
Kemudian dilihat pula tingkat keterwakilan laki-laki dan perempuan dalam kedudukan atau proses pengambil keputusan, terutama di legislatif, eksekutif, yudikatif, profesional dan pendidikan tinggi
Karena itu, kata Nancy, dalam program pengarusutamaan gender (PUG), melibatkan banyak instansi dan dinas.
“Semua pihak bertanggungjawab terhadap pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender,” kata Nancy.
Dalam kehidupan berbangsa san bernegara, jajaran penyelenggara negara dan pemerintahan adalah pihak yang paling bertanggungjawab.
Dalam kehidpan keluarga dan sosial, maka suami istri dan pimpinan organisasi sosial kemasyarakatan adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap pelaksanaan PUG.
Pemerintah sudah menetapkan. setidaknya ada 5 bidang program pembangunan sebagai pelaksana PUG yakni bidang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, bidang keterwakilam dan bodang pemegakan hukum. (red)
Comment