by

Cuaca Panas Makin ‘Memanggang’ Indonesia, Ini Penjelasan Resmi dari BMKG


INDORAYANEWS.COM
Cuaca di Indonesia akhir-akhir ini makin panas memanggang bumi Indonesia. Bahkan di sejumlah daerah suhu bisa mencapai mencapai 37 hingga 38,4 derajat Celsius. Apa yang terjadi?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya sempat memberi peringatan kepada masyarakat di sejumlah daerah untuk mewaspadai dampak suhu panas yang berpotensi ‘memanggang‘ RI.

Berdasarkan analisa tim ahli meteorologi BMKG sampai Senin 28 Oktober 2024, tercatat suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius.

Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, mengungkap bahwa penyebab panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia karena gerak semu Matahari.

“Panas yang terjadi hanya siklus panas terik harian, karena ada pergerakan semu Matahari. Saat ini di bulan Oktober posisi Matahari ada di 8 atau 9 derajat Lintang Selatan,” kata Guswanto, Selasa 29 Oktober 2024.

“Hal ini menyebabkan wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara banyak menerima sinar Matahari langsung,” kata dia.

Menurut Guswanto saat ini wilayah selatan RI masih mengalami musim kemarau dan sedang menuju musim penghujan. Hal itu membuat tutupan awan di wilayah selatan, khususnya di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara masih dipengaruhi oleh angin Muson Timur, sehingga tutupan awan masih jarang. “Sehingga membuat suhu di wilayah selatan itu lebih tinggi [panas],” jelas dia.

Andri Ramdhani, Kepala Pusat Meteorologi BMKG, juga menjelaskan hal serupa. Menurut dia selama Bulan Oktober ini sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah dan minimnya tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari.

“Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran Matahari pada siang hari ke permukaan Bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik,” jelas Andri beberapa waktu lalu.

Menurut Andri sebagian besar wilayah Indonesia di selatan ekuator masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November, sehingga kondisi cuaca cerah masih mendominasi pada siang hari.

“Kondisi fenomena panas terik ini diprediksikan masih dapat berlangsung dalam periode bulan Oktober ini, mengingat kondisi cuaca cerah masih mendominasi pada siang hari utamanya di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara,” kata dia.

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Fenomena Khusus BMKG, Miming, mengatakan bahwa kondisi suhu panas maksimum lebih dari 37-37,8 derajat Celsius terdeteksi menerpa wilayah Majalengka di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah hingga Bima di Nusa Tenggara Barat yang sudah berlangsung dalam 24 jam terakhir.

Menurut BMKG kondisi ini masih berkaitan dengan tutupan awan yang minim dan pergerakan semu Matahari yang berada di atas khatulistiwa. Namun begitu, berdasarkan pengamatan lembaga kondisi ini masih dalam kategori biasa yang tidak berdampak pada perubahan musim di Indonesia.

BMKG mengatakan bagian selatan khatulistiwa, termasuk pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, masih merasakan cuaca panas ‘mendidih’ pada siang hari dalam beberapa waktu terakhir.

“Dalam beberapa waktu terakhir ini sejumlah wilayah di selatan Indonesia terutama Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami cuaca panas pada siang hari yang diikuti dengan turunnya hujan pada sore hingga malam hari,” tulis BMKG dalam keterangannya.

BMKG menjelaskan kondisi tersebut merupakan salah satu ciri masa peralihan musim, yakni pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari didahului oleh udara panas dan terik pada pagi hingga siang hari.

Untuk mengurangi dampak suhu panas tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengonsumsi air minum secara cukup dan teratur agar terhindar dari dehidrasi, terutama saat melaksanakan aktivitas di luar ruangan.

Kemudian, gunakan pelindung seperti topi atau payung untuk melindungi kepala dan bagian tubuh atas, kacamata hitam untuk melindungi mata, bila perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar Ultra Violet (UV).

BMKG juga mewanti-wanti agar masyarakat tidak sembarangan membakar apapun di lahan kosong dalam kawasan hutan dan penampungan sampah. Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan penyiraman darat demi mengurangi potensi kebakaran akibat terik Matahari di kawasan hutan dan lahan maupun tempat sampah. (ant/mad/cnn)

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *