“KAMI rindu kembali ke sekolah. Kami tidak bisa belajar dari rumah karena tidak ada jaringan internet, televisi, listrik,dan handphone,” kata Jansen.
Jansen adalah seorang pelajar SMP, di Dusun Watu Seong, Desa Mosingaran, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Jansen dan kawan-kawannya harus berjalan kaki sekitar satu kilometer ke daerah yang memiliki sinyal internet. Untuk belajar, satu ponsel pintar dipakai beramai-ramai, sampai lima orang.
Sedangkan televisi hanya dimiliki sedikit orang. Listrik juga hanya menyala pada malam hari karena belum ada aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (Persero) di wilayah itu. Kisah pilu Jansen dan teman-teman itu ditulis Kompas pada 5 Juli 2020 lalu.
Masih di NTT, pelajar SDN Sukum, Desa Semparong, Kecamatan Alok, harus bersusah payah menempuh perjalanan selama 5 jam menggunakan perahu motor untuk bisa mengikuti simulasi Asessmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SMK Negeri 1 Maumere karena di lokasi SDN Sukum tidak ada listrik, komputer, apalagi jaringan internet. Perjalanan menuju SMK Negeri 1 Maumere itu pun sangat menegangkan, karena ada gelombang.
Kisah pilu seperti yang sampaikan Jansen dan puluhan anak-anak SDN Sukum hanya potret kecil dari sekian banyak kisah yang dialami anak-anak Indonesia yang tinggal di pelosok-pelosok yang sulit dijangkau.
Meski kondisi sulit, semangat anak-anak itu untuk belajar sangat luar biasa. Mereka harus belajar, karena mereka kepingin pintar. Mereka adalah bagian dari harapan bangsa masa depan.
Sejak Indonesia dilanda pandemi Covid-19 Maret 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud ketika itu) menggagas kebijakan belajar dari rumah.
Belajar mengajar dari rumah menggunakan media internet dan televisi lewat TVRI. Tapi, tidak semua pelajar di Indonesia bisa menikmati program itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, di Indonesia ada 433 desa yang masih gelap gulita karena belum mendapatkan akses listrik. Bila dilihat dari total jumlah desa yang ada, angka itu tidak besar, hanya sekitar 0,38 persen.
Di 433 desa itu, ada 15.000 kepala keluarga (KK) yang tersebar di empat provinsi, yaitu di 325 kampung di Provinsi Papua sebanyak 325 kampung (desa), di Papua Barat ada 102 kampung, di Nusa Tenggara Timur ada 5 desa dan di Maluku ada 1 desa.
Kemudian di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur juga masih ada 60 rumah di 5 desa, 2 kecamatan sampai saat ini belum teraliri listrik karena lokasi hunian yang terpencil dan sulit dijangkau jaringan PLN.
Jumlah desa yang sudah teraliri listrik di Indonesia sampai September 2021 sudah mencapai 83.125 desa. Angka itu melampaui capaian tahun lalu sebanyak 82.569 desa
Dengan demikian, rasio desa berlistrik (RDB) sampai September 2021 sudah mencapai 99,62 persen. Naik dibanding tahun lalu yang baru 99,52 persen.
Wakil Direktur Eksekutif Komunikasi Korporat PLN, Agung Murdifi mengatakan dari 83.125 desa yang telah dialiri listrik, 75.278 desa merupakan capaian program listrik PLN. Selebihnya, dikerjakan bersama dengan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM, swadaya dari pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya. Termasuk 3.100 desa yang listriknya menggunakan lampu tenaga surya hemat energi.
PLN, kata dia, terus bersinergi dengan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dalam upaya melistriki desa. Terbaru, PLN bersama Kemendes PDTT menandatangani kerja sama pemanfaatan tenaga listrik untuk peningkatan produktivitas mendukung pengembangan ekonomi dan investasi.
‘’PLN terus berjuang bagaimana meningkatkan elektrifikasi nasional dan rasio desa berlistrik (RDB) semakin kecil,’’ kata Agung Murdifi.
Banyak perjuangan penuh tantangan dihadapi tim lapangan PLN untuk bisa memasang jaringan listrik di desa-desa, termasuk di perbatasan dengan Malaysia, Vietnam, Filipina hingga Australia. Kadang tim harus menembus hutan hingga ombak lautan yang mengerikan untuk bisa mencapai satu desa.
Bahkan ketika memasang listrik di Kampung Kwaedamban, Distrik Borme, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua tim harus melewati perjalanan udara, sungai dan hutan.
Tanpa henti, PLN terus bergerak menerangi pelosok negeri, termasuk di Nias, NTT, Anambas Kepulauan Riau, dan Papua agar semua desa mendapat cahaya yang luar biasa. Agar anak-anak desa bisa belajar dengan tenang dan nyaman. Agar ekonomi pedesaan bergerak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Investasi Besar
Untuk mengantarkan cahaya sampai ke pelosok nusantara, tidak sedikit dana dikucurkan PLN, terutama untuk membangun infrastruktur jaringan listrik.
Misalnya untuk membangun infrastruktur kelistrikan di 10 desa di Kabupaten Nias dan Nias Selatan akhir tahun ini, PLN mengalokasikan dana Rp 11,35 miliar. Yakni untuk membangun jaringan udara tegangan menengah (HUTM) sepanjang 22,05 kilometer sirkuit (kms), jaringan tegangan rendah (JTR) 24,33 kms, dan gardu berkapasitas 1.075 kVA.
Begitu juga ketika melistriki 18 desa terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) di Nusa Tenggara Timur (NTT), PLN mengucurkan dana Rp 20,8 miliar untuk membangun jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 62,79 kilometer sirkuit (kms), Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 46,09 kms, 18 Gardu dengan kapasitas 900 kVA.
Dana Rp 20,8 miliar digunakan untuk mengalirkan listrik ke 742 warga di 18 desa. Artinya, PLN mengeluarkan dana Rp 28 juta untuk melistriki satu rumah warga. Sangat mahal. Tapi itulah realitasnya, karena lokasi 18 desa itu sangat terisolir.
PLN juga mengucurkan dana Rp 38 miliar untuk mengalirkan listrik di 11 desa di Kabupaten Lingga, Anambas, dan Karimun yang belum pernah menikmati listrik sejak Indonesia merdeka
Kemudian PLN telah mengalirkan listrik untuk 6 Desa di Kabupaten Banggai Laut dan 4 Desa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi Rp 23,5 miliar hanya untuk 307 KK. Artinya, untuk melistriki satu rumah dibutuhkan biaya Rp 76 ,5 juta. Fantastis !
Yang luar biasa adalah ketika PLN bersama Kementerian ESDM membangun tol listrik sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemerintah mengucurkan dana Rp 1,1 triliun.
“Penyambungan listrik ini membentang dari Labuan Bajo hingga Maumere dengan menelan biaya sebesar Rp1,1 triliun,,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi belum lama ini.
Menjelang perayaan Natal tahun ini, PLN telah menyalakan listrik di Desa Fatuulan, Kecamatan Ki’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).
PLN melakukan investasi Rp 5 miliar untuk pembangunan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 7,82 kilometer sirkuit (kms), Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 15,92 kms, dan 4 buah gardu dengan total 200 kiloVolt Ampere (kVA).
Keterbatasan Infrastruktur
Penyambungkan aliran listrik ke daerah itu sangat menantang karena jarak yang ditempuh untuk sampai di desa memerlukan waktu 6 jam. Kini listrik itu telah dinikmati oleh 525 KK.
Desa Fatu’ulan berada di ketinggian 1.800 mdpl dengan medan terjal naik turun. Namun, letih petugas PLN terbayarkan dengan pesona alam Desa Fatuulan yang indah. Daerah ini sering disebut negeri di atas awan.
Program Listrik Desa yang paling sulit adalah di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau karena kondisi geografis daerah yang dijuluki “negeri 1.000 parit”.
“Kondisi geografis Inhil yang menantang. Kami memasukan material dari Pekanbaru ke desa di sana bisa 90 hari. Padahal kalau jalannya lancar, hanya butuh waktu dua hari saja,” kata General Manager PLN Unit Induk Wilayah Riau-Kepri (UIWRKR), M. Irwansyah Putera, seperti ditulis Antara.
Dari 12 kabupaten/kota di Riau, Inhil merupakan daerah dengan realisasi rasio listrik desa terendah karena mencapai 83,47 persen. Daerah lainnya rata-rata sudah mencapai 90 persen hingga 100 persen.
Menurut Irwansyah, akses transportasi ke Inhil yang terbatas menjadi tantangan untuk mengoptimalkan program listrik desa.
Dari 155 desa yang ada di Inhil, masih ada 39 desa yang belum dialiri listrik PLN. Lokasi desa-desa itu sangat terisolir. Jalan darat hanya sampai ke Ibukota Kabupaten, Tembilahan. Sedangkan untuk ke desa-desa lain, mayoritas harus melalui sungai maupun parit. Dengan begitu, distribusi tiang listrik harus dialirkan lewat jalur air.
Itu pun harus menunggu air pasang atau musim hujan tiba. Tiang-tiang listrik diikat menjadi rakit, kemudian dialirkan melalui parit. Ketika melalui jembatan, tiang-tiang listrik itu harus diangkat ke darat karena jembatan sangat rendah. Yang mengerikan, di alur sungai itu masih banyak ditemukan buaya.
“Ini adalah bukti kerja keras dan kerja cerdas PLN dalam membawa cahaya untuk desa-desa di pelosok nusantara. Ini juga bukti sejarah, bahwa meski di tengah pandem, kinerja PLN sangat luar biasa,’’ kata Dirut PLN Zulkifli saat memperingati Hari Listrik Nasional ke-76.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui kendala yang dihadapi dalam program listrik desa adalah infrastruktur yang tidak memadai untuk sampai ke pelosok nusantara.
“Kalau kita lihat sisa-sisanya (desa yang belum memiliki listrik), terkendala karena infrastruktur. Bagaimana kita bisa masuk ke pelosok,” kata Arifin Tasrif.
Meski menyadari banyak tantangan, tapi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) mendorong agar seluruh desa di Indonesia dapat dialiri listrik. Ini penting untuk bisa meningkatkan kesejahteraan warga desa dan mendorong kemajuan desa itu sendiri.
’’Indonesia itu maju jika desanya maju. Tapi, bagaimana desa itu bisa maju kalau masih ada 433 desa yang belum dialiri listrik,’’ kata Wakil Menteri (Wamen) Kemdes PDTT Budi Arie Setiadi.
Untuk itu, Kemdes PDTT menggandeng PLN bersama-sama mencari solusi mewujudkan aliran listrik di desa-desa itu.
PLN telah menemukan teknologi yang disebut Tabung Listrik (Talis), tempat penyimpanan listrik seperti accu jika di mobil atau power bank yang besar.
Keseriusan pemerintah mengaliri listrik sampai ke pelosok nusantara juga disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir. ‘’Pemerintah tengah gencar mendorong rasio elektrifikasi hingga 100 persen. Caranya dengan mempercepat akses listrik ke wilayah-wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar,’ ’kata Eric pada akun Instagram @erickthohir.
Menurut Erick, listrik merupakan kebutuhan pokok manusia modern. Dengan listrik, bisa menggerakkan perekonomian masyarakat. ‘’Kami berkomitmen akan melayani listrik ke seluruh desa di Indonesia,” kata Erick.
PLN memastikan akan terus mendukung program listrik desa dan mendorong peningkatan RDB yang merupakan rasio antara desa yang berlistrik dengan jumlah desa di Indonesia. Targetnya, 100 persen desa menjadi terang bersinar. (despandri)
Comment