Depokrayanews.com- Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Saleh Husin buka suara mengenai munculnya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 2013 yang diubah menjadi PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).
Saleh menyebut revisi itu melalui proses panjang, berlangsung sejak 2019. Saleh Husin mengatakan pembahasan revisi Statuta UI tuntas saat Kemdikbud mengundang berbagai menteri terkait, yakni Menkeu, Menkumham, Mensesneg, Menko PMK, Menteri PAN dan RB, serta pihak UI.
Mulanya, Saleh menjelaskan langkah konkret revisi Statuta UI sejatinya telah berlangsung setahun lalu.
“Kalau tidak salah, pada April 2020 dibentuk tim kecil. Niatnya untuk memformulasikan masukan setiap organ, tetapi tidak pernah match (ketemu). Akhirnya mentah dan balik ke masing-masing organ untuk dibahas lagi dan penambahan masukan,” ujar Saleh Husin dalam keterangan, Jumat 23 Juli 2021.
Proses itu, kata Saleh, dimulai dengan menampung usulan dari empat organisasi di UI: Majelis Wali Amanat UI, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik (SA), dan Eksekutif/Rektorat. Masukan itu kemudian dibahas oleh tim kecil yang dibentuk oleh rektor. Tim kecil ini bekerja selama dua bulan.
Tim yang bekerja dua bulan itu bubar pada Juni 2020. Pembahasan sempat vakum. Akhirnya dibentuk tim kecil kedua pada September 2020. Berisi 12 orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing organisasi.
Mereka adalah Ari Kuncoro, Agustin Kusumayati, dan Abdul Haris yang mewakili Eksekutif. Lalu, Bambang PS Brodjonegoro, Yosi Kusuma Eriwati, dan Fredy Buhama Lumban Tobing mewakili MWA; Harkristuti Hakrisnowo, Lindawati Gani, dan Ine Minara S Ruky (DGB); serta Nachrowi Djalal Nachrowi, Frieda Maryam Manungsong Siahaan, dan Surastini Fitriasih (SA).
“Setelah itu, berproseslah mereka (tim kecil kedua), tetapi tidak juga menghasilkan sinkronisasi dan kesimpulan. Tim kedua ini akhirnya bubar,” kata mantan Menteri Perindustrian itu.
Setelah itu, proses pembahasan usulan revisi berlanjut di kantor Kemendikbud. Rapat digelar oleh Kemenddikbud dengan menghadirkan perwakilan dari masing-masing organisasi UI, yaitu Eksekutif, MWA, DGB, dan SA.
“Mereka hadir untuk menyampaikan masukan-masukan, termasuk juga Bambang Brodjonegoro mewakili MWA, yang waktu itu masih sebagai menteri. Namun, dalam rapat tersebut juga tidak ada titik temu,” cerita Saleh Husin.
Hingga akhirnya, kembalilah digelar pembahasan oleh Kemendikbud dengan melibatkan para menteri yakni Menkeu, Menkumham, Mensesneg, Menko PMK, Menteri PAN dan RB, serta dari pihak UI.
“Jadi, semua sesuai mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Ini sudah menjadi keputusan dan sudah diteken Presiden, tentu kita menghormati keputusan itu. Dalam hal ini, MWA diamanahkan membuat aturan turunannya,” ujar Saleh.
Saleh Husin menjelaskan, ada banyak hal yang berubah di dalam PP itu, tetapi yang menuai perhatian adalah Pasal 35 huruf c. Pada PP lama, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013, pasal itu berbunyi, “Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta”.
Kemudian, pada PP yang baru, yakni PP Nomor 75 Tahun 2021, bunyi Pasal 35 huruf c diubah menjadi, “Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta”. Saleh Husin mengatakan, dalam pandangan MWA, Pasal 35 huruf c pada PP yang lama multitafsir sehingga perlu dibuat lebih jelas. Sebab, ujarnya, definisi pejabat seperti yang ada di PP 68/2013 sangat luas. (antara)
Comment