Depokrayanews.com- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Emir juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Jika tak dibayar dan hartanya tak cukup untuk membayar, maka akan diganti pidana penjara selama 2 tahun.
“Terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan sesuai Pasal 12 huruf b UU tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 (1) KUHP,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengutip vonis Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat 8 Mei 2020.
Selain dianggap terbukti melakukan tindak pidana suap pengadaan pesawat dan mesin peswat di PT Garuda Indonesia, Emir terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Ali menyebut, Emirsyah dan tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Begitu juga dengan tim jaksa penuntut umum pada KPK yang menyatakan pikir-pikir apakah akan banding atau menerima putusan.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya dengan pidana penjara 12 tahun denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Selain menjatuhkan pidana penjara, jaksa menuntut Emirsyah membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Uang pengganti harus dibayar Emir selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkeuatan hukum tetap.
Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa menilai hal yang memberatkan, yakni Emirsyah Satar tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Emir juga tak mengakui perbuatannya.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa menerima suap dari Soetikno Soedarjo, pemilik PT Mugi Rekso Abadi sebesar Rp 5,8 miliar, USD 884.200, EUR 1 juta, SGD 1 juta. Penerimaan suap terkait pengadaan sejumlah pesawat di Garuda Indonesia.
Disebutkan bahwa pengadaan barang di Garuda Indonesia oleh Emirsyah Satar hingga berbuntut penerimaan suap yakni; total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700; pengadaan pesawat Airbus A330-300/ 200; pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000; dan pengadaan pesawat ATR 72-600.
Penerimaan pertama, berasal dari Rolls-Royce melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International. Perusahaan tersebut milik Soetikno.
Pihak Rolls-Royce mendekati Emirsyah Satar melalui Soetikno untuk menawarkan perawatan mesin dengan metode TCP untuk pesawat maskapai pelat merah itu. Peran Soetikno digunakan sebab ia merupakan penasihat bisnis bagi perusahaan asal Inggris tersebut.
Dalam proses pendekatan tersebut, Soetikno cukup aktif melobi Emirsyah agar Garuda Indonesia mau menggunakan perawatan mesin Rolls-Royce dengan metode TCP.
Setelah beberapa kali pembahasan, kesepakatan kontrak pun tercapai. Dokumen total care agreement (TCA) kemudian ditandatangani pada 29 Oktober 2008 untuk 15 unit mesin RR Trent 700 pada 6 unit pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia.
Dari kontrak itu, Emirsyah menerima USD 500 ribu yang dikirim oleh Soetikno ke rekening Woodlake International Ltd, perusahaan Emirsyah di Singapura.
Emir kembali menerima uang sejumlah USD 180 ribu atas kontrak TCP untuk 4 unit pesawat Airbus A330, antara Garuda Indonesia dengan Rolls Royce.
“Bahwa akibat intervensi dari Emirsyah Satar yang mengarahkan penggunaan metode TCP uuntuk perawatan mesin RR Trent 700 atas 6 unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 serta 4 unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan ILFC, Emirsyah Satar memperoleh uang sejumlah USD 680 ribu,” kata jaksa KPK.
Penerimaan kedua berasal dari komisi pembelian pesawat Airbus A330. Emirsyah menerima komisi sebesar EUR 1 juta. Uang ditransfer ke rekening Woodlake International Ltd.
Kemudian, penerimaan ketiga oleh Emirsyah berasal dari pembelian 21 unit pesawat Airbus A320 Family. Pesawat itu kemudian diperuntukan untuk PT Citilink Indonesia yang menginginkan pesawat dengan single aisle.
“Fee tersebut diterima Emirsyah Satar dalam bentuk pelunasan pembayaran 1 unit rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 berikut biaya pajak dengan jumlah keseluruhan Rp 5.7 miliar,” ucap jaksa.
Emirsyah juga disebut menerima fee terkait pengadaan pesawat 6 unit pesawat CRJ 1.000NG dari Bombardier. Fee kemudian diberikan Soetikno kepada Emirsyah dalam bentuk investasi sejumlah USD 200 ribu melalui HMI dan Summervile Pasific Inc di Mcquaire Group Inc.
Kemudian, Emirsyah menerima komisi atas pengadaan pesawat jenis ATR 72 seri 600, senilai SGD 6.470 dan SGD 975. Selain itu ia juga menerima fasilitas dari Soetikno untuk menginap di vila di Bali senilai Rp 70 juta, jamuan makan malam di Four Season Hotel, dan penyewaan jet pribadi Bali ke Jakarta senilai USD 4.200.
Selain itu, Emir telah melakukan pencucian uang yang didapat dari hasil tindak pidana korupsinya. Hal itu dilakukan dengan cara mentransfer sebagian hasil korupsi tersebut, menggunakan rekening atas nama Woodlake International di UBS Singapura, untuk dikirim ke rekening Mia Badilla Suhodo. Adapun uang yang dikirim Satar senilai SGD 480 ribu.
Selain mentransfer, Emir juga menitipkan uang sejumlah USD 1,4 juta di rekening Soetikno Soedardjo di Standard Chartered Bank. Dia juga mempergunakan uang itu untuk melunaskan utang kredit di UOB Indonesia.
Emir juga mempergunakan uang tersebut untuk merenovasi kediaman mertuanya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Untuk merenovasi rumah itu, Emir mentransfer uangnya kepada beberapa pihak.
Tak hanya itu, Emir juga menggunakan uang tersebut untuk membayar satu unit apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne, Australia, sebesar 805.000 dolar Australia. Dia juga menjaminkan sebuah rumah di kawasan Grogol Utara, Jakarta Selatan, untuk memperoleh kredit dari Bank UOB Indonesia sebesar 804 dolar Amerika Serikat.
Emir disebut telah mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore, 449306 kepada Innospace Invesment Holding. (mad/ris)
Comment