Oleh: Desfandri
Pimpinan Redaksi DepokRayanews.com
Depokrayanews.com- Sejak menyatakan kesiapannya untuk maju pada pilkada Kota Depok tahun depan, petahana Mohammad Idris sudah melakukan gerakan-gerakan ke sejumlah partai politik dan tokoh masyarakat. Empat partai politik dikabarkan sudah merapat ke Idris, meskipun belum ada deklarasi secara terbuka.
Empat partai itu adalah Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Di parlemen Kota Depok, empat partai itu memiliki 12 kursi, sehingga secara aturan sudah berhak mengajukan calon walikota dan wakil walikota. PAN misalnya punya 4 kursi di DPRD Kota Depok, Demokrat 3 kursi, PKB 3 kursi dan PPP sebanyak 2 kursi sehingga total jadi 12 kursi.
Bisa jadi Idris menjadikan 4 partai itu sebagai ”tiket cadangan” kalau PKS tidak jadi mengusungnya sebagai calon walikota. Pada periode sebelumnya, PKS dan Gerindra mengusung Idris-Pradi. Tapi belakangan hubungan politik Idris-Pradi sepertinya tidak harmonis sehingga tipis kemungkinan duet itu akan berlanjut pada Pilkada 23 September 2020 mendatang. Idris maupun timnya sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan keempat partai itu.
Kabarnya PKS tidak mengetahui sama sekali pertemuan Idris dengan keempat partai tadi. ”Kami tidak tahu dan memang tidak sepengetahuan kami di PKS, tidak apa-apa, karena secara struktur Idris bukan pengurus PKS,” kata Ketua DPD PKS Kota Depok, M. Hafid Nasir. Hafid mengaku baru belakangan pihaknya mengetahui kalau Idris mengadakan pertemuan dengan keempat partai tersebut.
”Ya, silakan saja ga apa-apa. Namanya politik karena sampai saat ini memang belum ada keputusan dari DPP PKS tentang siapa yang akan diusung PKS pada Pilkada nanti. Kalau dari internail PKS, memang tidak ada nama Pak Idris,” kata Hafid.
Seperti diberitakan, lima orang dari internal yang disiapkan PKS untuk maju pada Pilkada Depok adalah Hafid Nasir, Imam Budi Hartono, Tengku Farida Rachmayanti, Amri Yusra, dan Muhammad Supariyono.
Kalau ada calon dari kalangan eksternal, akan menjadi hak sepenuhnya dari DPP PKS. Seperti pada Pilkada 2015 lalu, dari kalangan internal PKS, diajukan nama Imam Budi Hartono. Tapi pada detik-detik terakhir DPP PKS memutuskan Mohammad Idris (Wakil Walikota ketika itu) untuk berpasangan dengan Pradi Supriatna dari Partai Gerindra.
Kalau seandainya Idris tidak dicalonkan oleh PKS, maka Idris akan menggayuh perahu bersama 4 partai tadi. Konsekwensinya, dari 4 partai itu juga harus memunculkan nama yang akan dipercaya sebagai Wakil Walikota. Siapa yang pantas dan pas berpasangan dengan Idris.
Oleh banyak pihak, sampai saat ini petahana dianggap masih menjadi calon paling kuat. Sehingga dengan siapapun dipasangkan, diperkirakan Idris akan memenangkan kontestasi itu. Prediksi ini bisa benar, bisa pula tidak, karena politik bukan matematika.
Dari 4 partai tadi, setidaknya ada 2 nama yang bisa mendampingi Idris yakni ketua DPC PPP Kota Depok Qonita Luthfiyah atau Babai Suhaimi dari PKB. Meskipun pendatang baru di PKB, karena pindah dari Partai Golkar, Babai punya massa pemilih sangat banyak di daerah pemilihan Cipayung, Sawangan dan Bojongsari. Dua kecamatan terakhir kini menjadi fokus penggarapan dari tim Idris. Banyak sekali kegiatan Idris di Sawangan dan Bojongsari sejak awal tahun.
Perolehan suara Babai pada Pileg April 2019 lalu paling banyak di Kota Depok, yakni mencapai 12.293 suara atau 7,05 persen. Jumlah, hampir menyamai raihan suara Babai di Pileg 2014 saat dia masih menjadi Ketua DPD Partai Golkar Kota Depok yakni 12.348 suara. Ini tentu sudah menjadi modal dasar bagi Babai kalau memang mau dipinang sebagai calon wakil walikota.
Sepintas memang terasa aneh kalau Idris mengajak Babai, karena pada Pilkada lalu, Babai adalah lawan politik Idris. Tapi sekali lagi di politik, tidak ada hal yang tidak mungkin. Lawan bisa jadi kawan, begitu juga sebaliknya. Itu yang disebut Idris sebagai persahabatan dunia, tidak ada yang abadi, kecuali kepentingan.
Di sisi lain, tadinya ada Koalisi Depok Bersatu (KDB) yang beranggotakan partai-partai di parlemen Depok, minus PKS. KDB digadang-gadang akan mengusung Pradi Supriatna sebagai calon walikota. Sedangkan calon wakilnya diambil dari 8 partai itu yang kemudian memunculkan 3 nama yakni Farabi El Fouz (Golkar), Hendrik Tangke Allo (PDI) dan Qonita (PPP).
Bahkan tim pemenangan Pradi akan melakukan deklarasi pada 15 Desember 2019 lalu, tapi kemudian batal karena sejumlah partai anggota KDB menyatakan ragu-ragu dengan sikap mereka, apalagi belum ada keputusan dari DPP masing-masing. Belakangan dikabarkan KDB sudah pecah kongsi, apalagi sejak 4 partai merapat ke Idris.
Sejak awal PKS merasa tidak persoalan tidak diajak masuk KDB, karena memang belum ada arahan dari DPP. ”Kalau Pilkada, itu urusan DPP, tidak bisa diputuskan oleh DPD. karena itu kami belum berani deklarasi apa-apa,” kata Hafid Nasir.
Seandainya, Idris maju didukung 4 partai, tanpa PKS, pertarungan pada Pilkada akan seru. Paling tidak akan muncul tiga pasangan. Yakni pasangan yang dimotori Mohammad Idris, kedua pasangan yang dimotori Pradi Supriatna dan ketiga pasangan yang dimotori kubu PKS.
Tapi kalau Idris diusung PKS, maka peta akan berubah, hanya akan ada dua pasangan calon yakni kubu yang dimotori PKS dan kubu non PKS. Untuk menampilkan pasangan Idris sebagai calon tunggal sangat tipis kemungkinan. Apalagi kalau ada campur tangan dari DPP masing-masing untuk kepentingan yang lebih besar, maka akan merubah semua konstilasi politik.
Lihat misalnya, secara nasional, PKS tinggal sendirian sebagai ‘partai oposisi’. Sebetulnya secara politik, sangat tidak nyaman bagi PKS untuk ‘bernyanyi’ sendirian. Tentu saja, akan banyak tekanan dari mana-mana. Faktor ini juga akan memberi pengaruh yang sangat signifikan.
Di PKS Depok sekarang juga ada dua ‘kubu’. PKS memajukan H. TM Yusuf Syahputra sebagai Ketua DPRD Kota Depok, adalah keputusan jalan tengah yang paling aman bagi PKS. Kondisi ini tentu akan memberi warna tersendiri, apalagi keputusan majelis dewan syuro merupakan keputusan mutlak dibanding keputusan Presiden PKS. Artinya di PKS, keputusan dewan syuro yang paling kuat. Presiden PKS pun harus mengaju pada keputuan dewan syuro.
Kemudian kita lihat kondisi di Partai Gerindra yang sudah masuk koalisi Jokowi. Ini juga akan memberi warna tersendiri pada Pilkada serentak yang akan digelar pada 23 September 2019 mendatang, termasuk di Kota Depok. Di Gerindra sejak Prabowo masuk ke dalam jajaran kabinet, ada dua kubu yang berseberangan, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan masuknya Prabowo ke kabinet. Dua kubu itu adalah kubu Fadli Zon dan ada kubu Sufmi Dasco Ahmad.
Ketika mengajukan unsur pimpinan dewan di DPR RI, Prabowo mengusulkan nama Sufmi Dasco Ahmad sebagai wakil ketua menggantikan Fadli Zon yang selama ini dianggap sangat ‘nyinyir’ oleh banyak pihak. Fadli ditunjuk menjadi pimpinan di Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI yang dilantik oleh Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Sekarang Pradi Supriatna ada di kubu siapa? Kubu Fadli Zon atau kubu Sufmi Dasco. Kalau tidak ada di kedua kubu itu, tentu saja perlu perjuangan keras bagi Pradi untuk bisa mendapatkan rekomendasikan dari DPP Gerindra sebagai calon walikota di Depok. Belum jelas, seberapa kekuatan Nuroji, anggota DPR RI asal Depok bisa memperjuangkan Pradi. Apalagi di DPP Gerindra ada suami Yeti Wulandari, Wakil Ketua DPRD Kota Depok.
Kondisi politik di kedua partai besar itu yakni PKS dan Gerindra bisa jadi memberi celah bagi calon dari partai lain untuk maju sebagai calon walikota dan PKS ataupu Gerindra hanya mengambil posisi wakil. Ini pernah terjadi ketika PKS dan Gerindra berpasangan mengusung Pradi dan Idris. Bila dilihat dari perolehan suara di DPRD Kota Depok, seharusnya calon dari Gerindra yang menjadi walikota dan calon dari PKS yang menjadi wakil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Artinya, peluang bagi partai lain yang dianggap layak memimpin Kota Depok masih sangat terbuka. Waktu masih panjang menjelang masa penetapan bulan Juni-Juli tahun depan. Jangan buru-buru memutuskan hanya mengambil posisi wakil walikota.
Katakanlah misalnya dari Partai Golkar atau PDIP. Kita belum bisa figur dulu, siapun yang akan diusung kedua partai itu. Tapi yang jelas, kedua partai ini dalam kondisi nyaman, apalagi Munas Partai Golkar dua pekan lalu berlangsung aman dan nyaman. Dari Partai Golkar, dukungan dari internal Golkar Kota Depok dan dari Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat sudah bulat kepada Ketua DPD Partai Golkar Kota Depok, dr Farabi El Fouz. Begitu juga dengan PDIP, bisa jadi akan diturunkan calon lain selain figur yang ada di Depok.
Jadi siapapun yang menjadi calon, tergantung pada keputusan DPP masing-masing partai. Mari kita tunggu. Tapi hal yang lebih penting dari soal figur adalah tantangan Kota Depok ke depan. Lebih baik identifikasi semua persoalan yang ada di Kota Depok, baru kemudian putuskan figur yang bisa menyelesaikan tantangan tersebut. Jangan figur yang hanya sekedar menikmati fasilitas yang ada. Tapi yang bekerja untuk rakyat, bukan mengejar penghargaan yang tidak memberi dampak signifikan bagi masyarakat. ***
Comment