Catatan: Despandri, Pemimpin Redaksi Depokrayanews.com
Akhir Tahun 2021 lalu, Walikota Depok Mohammad Idris tiba-tiba menyampaikan wacananya untuk membangun jalur rel tunggal atau monorel di Kota Depok.
Tidak tanggung-tanggung, 4 koridor akan dibangun sekaligus, terutama yang membentang dari Timur dan Barat yakni dari wilayah Tapos sampai ke Bojongsari. Wow, luar biasa.
Kabar ini membuat banyak orang kaget, termasuk saya. Mimpi apa pak walikota kok tiba-tiba bicara monorel ?
Kalau ini benar, tentu saja sebuah berita menggembirakan. Apalagi pak wali mengatakan pembangunan monorel adalah cara mengatasi kemacetan di Kota Depok, kini dan nanti.
‘’Pembangunan monorel menjadi salah satu cara untuk mengurangi kemacetan di Kota Depok,’’ kata Idris akhir Tahun 2021 lalu. Sebuah kabar yang membuat banyak orang tersenyum dan lega, meskipun itu baru wacana.
Sebab, kemacetan bukan persoalan baru Kota Depok. Sudah lama sekali, sejak Nur Mahmudi masih menjadi walikota. Bayangkan, Nur Mahmudi 2 periode menjadi walikota.
Masyarakat Kota Depok pun sudah sampai pada tingkat pasrah, hanya berserah diri. Harapannya sudah tidak ada. Karena memang tidak ada wacana yang pernah disampaikan walikota, bagaimana mengatasi kemacetan di Kota Depok. Mimpin pun tidak ada. Coba, bayangkan, apa yang mau diwujudkan.
Dua periode Nur Mahmudi Ismail menjadi walikota. Artinya 10 tahun, waktu yang cukup panjang untuk membuat warganya bahagia. Nur Mahmudi lebih focus pada peningkatan jalan-jalan setapak, jalan-jalan kelurahan dengan betonisasi. Nur Mahmudi hanya membangun jalan sejajar rel untuk memudahkan masyarakat menuju terminal dan stasiun sekitar 1 km.
Baru di penghujung masa jabatannya, Nur Mahmudi mengekspos rencana pembangunan underpass di Jalan Dewi Sartika. Tujuannya untuk mengurai kemacetan akibat KRL yang lewat hampir 10 menit sekali.
Tapi Nur Mahmudi hanya meninggalkan gambar kemudian dipajang dekat pintu masuk Balaikota Depok. Belum ada aksi apa-apa, menganggarkan dana pembebasan tanah, dan pembangunan di RAPBD Kota Depok misalnya.
Seolah-olah Nur Mahmudi hanya memberikan pekerjaan rumah bagi penggantinya. ‘’Ini lho, saya sudah buatkan rencana pembangunan underpass, silakan lanjutkan,’’ kira-kira begitulah kesan yang ditangkap.
Sampai 5 tahun Mohammad Idris menjadi Walikota Depok, menggantikan Nur Mahmudi, underpass itu hanya sekedar gambar. Baru kemudian ketika Ridwan Kamil datang kampanye ke Depok, dia menjanjikan pembangunan 2 underpass. Pertama di Jalan Dewi Sartika, dan yang kedua di dekat stasiun Citayam.
Underpass itu dibangun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Bukan oleh Pemkot Depok. Pembebasan lahannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota Depok. Baru pada masa jabatan kedua Idris, underpass itu baru mulai dikerjakan. Targetnya, akhir Tahun 2022 underpass selesai dan bisa digunakan. Mudah-mudahan tercapai. Aamiin.
Depok memang sangat terkenal dengan kemacetannya. Bahkan teman-teman saya yang di Jakarta atau di Bandung enggan berkunjung ke Depok karena tidak tahan dengan macetnya. ‘’Waduh, Depok macet sekali, saya kapok, apalagi ketika saya berkunjung ke tempat saudara saya di Sawangan,’’ kata Lusiana, yang sehari-hari tanggal di Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Komentar yang sama disampaikan teman saya, Irfan yang datang dari Bandung. ‘’Bang, ampun deh, keluar tol BDN Sawangan, mau ke rumah mu di Sawangan, hampir 2 jam,’’ kata dia ketika mengaantarkan barang pesanan saya.
Kemacetan wilayah Sawangan kini makin menjadi-jadi. Tidak lagi mengenal jam-jam sibuk, pagi hari atau sore hari selepas jam kerja. Tapi kemacetannya sudah berlangsung sepanjang hari. Dari pukul 06.00 wib sampai 20.00 wib.Kadang antrian kemacetan sudah menjadi satu dari pertigaan Pengasinan sampai ke lampu merah menuju Jalan Dewi Sartika Depok. Kurang lebih 10 km.
Biang kemacetan tidak hanya di pintu keluar masuk tol, tapi juga di pertigaan tugu yang masuk ke daerah Pasir Putih, kemudian keluar masuk komplek Sawangan Permai. Ke sananya lagi, pertigaan Parung Bingung dan pertigaan Jalan Keadilan. Lepas dari pintu keluar masuk tol, ada lagi pertigaan kelurahan Rangkapan Jaya, kemudian di depan sekolah Al Hamidiyah, dan pertigaan Kodim 0508/Depok.
Banyak yang bilang jalan Depok-Sawangan adalah jalur ‘neraka’. Entah siapa yang mengeluarkan kalimat itu pertama, saya tidak tahu. Tapi kemudian diulang-ulang oleh banyak orang. Mungkin karena macetnya yang parah sangat menyiksa lahir batin, makanya disebut jalur ‘neraka’.
Meski sudah macet, pengaturan atau pengawasan dari petugas Dishub dan Satlantas Polres Metro Depok tidak rutin. Bahkan pada jam-jam puncak sibuk yakni pukul 07.00 wib pagi dan jam 17.00 wib sore, petugas sering tidak ada. Bayangkan bagaimana sembrautnya lalu lintas di Kota Depok.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Depok, Marbudiantono mengatakan, kemecetan terjadi kerana pertumbuhan jumlah sepeda motor di Kota Depok mencapai 30 persen per tahun dan pertumbuhan jumlah mobil sebesar 9 peren per tahun. Sementara pertumbuhan jalan sangat kecil sekali, tidak sampai 1 persen.
‘’Pertumbuhan jumlah kendaraan dengan penambahan jalan sangat tidak seimbang,’’ kata Marbudiantono kepada saya.
Walikota, dan wakil walikota tidak pernah merasakan adanya kemecetan itu. Sebab, ke mana-mana, selalu dikawal dan mendapat prioritas di jalan raya. Begitu juga istri walikota. Saya tidak tahu persis, apakah pejabat setingkat walikota, wakil walikota dan istri walikota harus mendapat prioritas di jalan raya ? Saya tidak mau membahas soal itu.
Tapi kini, Idris sepertinya sudah mulai mendengar keluhan masyarakat soal kemacetan. ‘’Keluhan masyarakat soal kemacetan juga perlu didengar dan diperhatikan,’’kata Idris ketika menjelaskan latar belakang rencana pembangunan monorel.
Pernyataan seperti itu nyaris tidak pernah terdengar pada periode pertama kepemimpinannya. Bahkan mengatasi kemacetan lalu lintas tidak termasuk program prioritasnya. Idris lebih memilih program yang bersifat membagi-bagikan uang insentif bagi orang per orang, seperti ketua RT, ketua RW dan guru dan marbot masjid. Tentu saja pencapaian target program semacam itu sangat mudah ketimbang membangun infrastruktur fisik.
Tidak ada rencana pembangunan jalan baru di APBD Kota Depok. Yang ada pelebaran jalan di persimpangan jalan. Ini berlangsung cukup lama. Sementara pertumbuhan jumlah kendaraan makin besar, sehingga menimbulkan ketimpangan yang luar biasa.
Pelebaran dan pembangunan jalan baru memang tidak mudah. Apalagi harga tanah di Kota Depok termasuk yang tinggi di Indonesia, sehingga membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Di sinilah kemudian muncul gagasan untuk membangun monorel. “ Pembangunan monorel merupakan opsi terbaik dalam mengurangi kemacetan di Kota Depok. Kenapa kita tidak melakukan upaya pelebaran jalan? Selebar apapun jalanan di Depok, tidak sebanding dengan migrasi dan jumlah kendaraan yang terus bertambah lagi,” kata Idris.
Selain itu, mewujudkan moda transportasi publik juga dimaksudkan untuk menekan jumlah kendaraan pribadi
Pemkot Depok memilih membangun monorel ketimbang membangun jalan baru, atau melebarkan jalan karena dianggap tidak akan menyelesaikan persoalan. Sebab, berapapun panjang jalan baru yang dibangun, tetap tidak akan bisa mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan.
‘’Kita membangun monorel, agar masyarakat menggunakan transportasi publik,’’ kata Idris. Depok selama ini belum memiliki transportasi publik yang nyaman karena baru ada angkutan perkotaan (angkot) dan KRL.
Belakangan ada Bus Transjakarta di 4 poin keberangkatan. Tapi masih belum maksimal, karena belum banyak yang beralih ke situ dengan berbagai alasan, seperti ketidakpastian waktu keberangkatan dan keterlambatan kedatangan bus karena terjebak macet dan sebagainya.
Dengan berbagai persoalan itu, Idris tampaknya sangat bersemangat bisa membangun monorel.
Setelah saya cari tahu, ternyata ide pembangunan monorel itu sudah muncul dari Dinas Perhubungan Kota Depok sejak Tahun 2019. Berbagai kajian pun sudah pernah dilakukan. Ada 4 koridor yang sudah dirancang yakni:
Koridor 1:
TOD Pondok Cina-Apartemen Taman Melati-Universitas Gunadharma kampus D-Mako Brimob- Cimanggis Mall-RS Tumbuh Kembang-Perum Cibubur-Cibubur Junction-Stasiun LRT Cibubur
Koridor 2:
TOD Pondok Cina-Universitas Indonesia-Perum Tanah Baru-Simpang Krukut Raya-Wisma Cakra Cinere-Univ UPN-Panorama Bukit Cinere-Akademi Tiara Bunda-Living Plaza- Cinere Mall-Cinere Bellevue-MRT Lebak Bulus
Koridor 3:
TOD Depok Baru-Transmart Dewi Sartika-Perum Depok Puri Mas-Depok Town Square-Perum BDN- Simpang Asyifa-RS Permata Depok-Kampung Inggris Sawangan-Sawangan Golf-Simpang Bojong Sari
Koridor 4:
TOD Depok Baru-SMA Mardiyuana-Tip Top Depok-Perum Mutiara Depok-Giant Tole Iskandar-RS Simpangan Depok-Ware House Lazada-TOD Terminal Jatijajar-Perum Banjaran Permai-Perum Tapos-Cimanggis Green View-TOD Gunung Putri
Wakil Walikota Depok Imam Budi Hartono mengataan rencana pembangunan monorel itu telah melalui kajian dari sejumlah pakar dan akademisi. “Dari akademisi UI, dari pakar transportasi dari kepolisian, pakar lalu lintas dan kajian dari Dinas Perhubungan Kota Depok,” kata Imam akhir tahun lalu.
Bahkan rencana itu sudah sampai pada tahap meminta persetujuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR/BPN).”Menunggu persetujuan dari Kementerian ATR. Kalau itu sudah disetujui insya Allah lebih lanjut kita akan lakukan pelelangan dari pembangunan monorel ini,” kata Imam awal Januari 2022.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Depok Dadang Wihana mengakui beberapa kajian sudah dilakukan dalam rangka pembangunan monorel itu.
Idris sempat keceplosan mengatakan pembangunan monoral akan dilaksanakan Tahun 2022. Woww. Apa mungkin, kata saya.
Sebab, membangun monorel itu sangat kompleks. Banyak hal yang harus diukur, termasuk kemampuan soal anggaran untuk pembebasan lahan dan pembangunannya. Tidak cukup hanya dengan modal semangat yang menggebu-gebu.
Saya yakin banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Tentu ini harus menjadi tekad bersama bagaimana menyelesaikan tantangan dan rintangan itu sehingga pembangunan monorel bisa terwujud.
Perlu ada satu orang yang menjadi komandan , untuk mengkoordinasikan lintas sector yang terkait, termasuk dengan calon investor dan pemerintah pusat. Komandan ini yang melakukan penawasan dan memonitor tahapan-tahapan persiapan, pelaksanaan dan persiapan operasinalnya.
Yang menjadi komandannya bisa saja walikota, atau wakil walikota ataupun sekda. Komandan ini harus sosok yang kuat dan mempunyai kemampuan lobi yang hebat supaya semua pihak bisa terkomunikasikan dengan baik.
Banyak aspek yang perlu diperhatikan untuk membangun monorel. Tidak hanya aspek teknis yang memikirkan bentang jalur yang akan dibangun. Perlu kordinasi dengan banyak pihak, soal teknis, soal anggaran dan soal operasionalnya nanti.
Yang paling utama adalah siapa yang akan membiayai proyek itu. Apalagi hitungan sementara untuk membangun 4 koridor itu dibutuhkan dana Rp 22 triliun. Sebuah angka yang sangat besar bagi Kota Depok dengan APBD yang baru Rp 3 triliun. (bersambung)
Comment