Oleh Anif Punto Utomo
Wartawan Senior dan Penulis Buku
Salah satu menteri yang menjadi andalan Jokowi adalah Basuki Hadimulyono. Basuki lah satu-satunya menteri PUPR yang berlatar belakang pendidikan geologi. Dia alumni Teknik Geologi UGM angkatan tahun 1973. Kebetulan saya satu alumni (itulah kenapa saya menulis serial ini). Hanya berbeda angkatan. Saya angkatan 1983, persis 10 tahun di bawahnya. Dalam pertemuan-pertemuan informal, para yunior ini memanggilnya mas Basuki. Kalau ngobrol biasa memakai bahasa Jawa, ngoko.
Idealnya tulisan Jejak Basuki ini ditulis pada 2024 nanti setelah ia menyelesaikan jabatan. Namun entah kenapa keinginan menulis tentang kiprah senior ini begitu menggebu. Tapi yang jelas tidak ada hubungannya dengan copras-capres.
Menurut teman-temannya seangkatannya, Basuki relatif menonjol saat kuliah. Meskipun tetap saja dulu mereka tidak mengira bahwa tiga dekade setelah lulus, Basuki yang dulu berambut gondrong itu menjadi menteri. Dan yang paling diingat oleh kawan-kawannya adalah kebiasaannya yang ‘cuwawakan’, ‘ndugal’, dan suka ‘ngisengin’ teman-temannya. Pisuhannya juga khas.
Suatu kali pertengahan 1970an Basuki bersama mahasiswa yang lain menjalani kuliah di Bayat, Klaten. Selama sebulan kuliah lapangan, mereka tinggal dan menginap di rumah pak Lurah. Tidurnya di amben (tempat untuk duduk ngobrol dan sekaligus menjadi tempat tidur yang berukuran sekitar 4×6 meter, terbuat dari bambu). Ada beberapa amben. Tiap amben tak kurang dari delapan orang berjejer tidur.
Malam itu semua tertidur pulas karena kelelahan survei lapangan di siang hari, tapi entah kenapa Basuki tidak bisa tidur. Muncul keisengannya. Salah satu temannya yang tidur paling pulas ditarik sarungnya… sreettt. Terjagalah kawannya itu. Kaget, jengkel, marah. Di tengah rasa kantuk, dia bangun dan siap mencekal Basuki. Segala pisuhan keluar. Basuki yang sudah berdiri di amben dikejar. Terjadilan kejar mengejar sambil melompati mahasiswa lain yang tidur di amben. Semua jadi terbangun. Suasana kejar-kejaran itu malah menjadi ger-geran, ngakak bersama.
Saat di kampus, Basuki suka ngeband, posisinya sebagai penggebuk drum. Sekadar hobi, tidak dijadikan profesi. Sampai sekarang kalau ada acara reuni dengan hiburan band, Basuki selalu tampil sebagai drummer. Tak heran kalau dia lantas menjadi penabuh drum ‘Elek Yo Ben’, sebuah grup band yang beranggotakan para menteri. Bahkan ada klip video yang menghadirkan kolaborasi Iwan Fals-Basuki. Iwan Fals main gitar, Basuki ngedrum.
Basuki benar-benar orang karir. Dari awal sampai sekarang tidak pernah meninggalkan Kementerian PUPR. Begitu lulus kuliah dia langsung bekerja di PUPR sebagai PNS. Setelah beberapa tahun, ia memperoleh beasiswa dari kementerian untuk melanjutkan studinya hingga memperoleh gelar master dan doktor dari Universitas Colorado. Setelah kembali, Basuki malang melintang di berbagai posisi di kementerian, seperti rehabilitasi pasca tsunami Aceh, penanganan lumpur Lapindo, dan terakhir sebelum diangkat menjadi menteri adalah Dirjen Perencanaan Tata Ruang PUPR.
Basuki merupakan sosok menteri yang bekerja dalam diam. Diam-diam sudah ada di Papua mengecek proyek Jembatan Merah di Jayapura, besoknya diam-diam sudah di Mandalika melihat pembangunan sirkuit, lusa diam-diam sudah di Kalimantan Timur melihat progres Ibu Kota Negara. Tidak pernah memamerkan pencapaiannya. Paling banter memaparkan apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Semua pekerjaan dikerjakan secara istiqomah, tegak lurus pada apa yang menjadi tugasnya.
Pribadi yang tidak banyak diekspose, dan memang tidak gila ekspose. Tidak pernah menyaru sebagai ‘rakyat’ karena memang ia berasal dari rakyat sesungguhnya. Egaliter. Wajar jika namanya tidak pernah muncul dalam survei Capres 2014. Meskipun saya yakin sebagian besar nama-nama yang muncul di survei capres, prestasinya kalah dibanding Basuki, bahkan sebagian tidak ada apa-apanya. Mereka sebagian menang tenar, miskin prestasi.
Selama 77 tahun Indonesia merdeka, Basuki adalah menteri PUPR yang paling fenomenal dalam pembangunan infrastruktur. Selama hampir dua periode jabatannya, jalan tol sudah terbangun tak kurang dari 2.000km, jalan nontol lebih dari 5.000km (sebagian besar di perbatasan Papua dan Kalimantan), 53 bendungan, 15 bandara baru, 124 pelabuhan baru, jembatan sepanjang 26,9km, rumah susun sebanyak 56.590 unit. ‘Mengerikan’ pencapaian selama sewindu itu. Tak heran kalau ada yang menjulukinya Panglima Infrastruktur.
Apa yang ditorehkan oleh Basuki tak lepas dari peran Presiden Jokowi, karena di setiap kesempatan Basuki selalu lantang mengatakan: tidak ada visi menteri, yang ada adalah visi presiden. Apa yang diperintahkan presiden dilaksanakan dengan sepenuh hati. Mungkin saja dalam prosesnya ada diskusi dan perdebatan, tapi itu tak pernah muncul ke publik, dan memang tidak perlu dimunculkan.
Jokowi-Basuki adalah duet maut di bidang pembangunan infrastruktur. Presiden boleh Jokowi, tetapi jika menteri PUPR bukan Basuki, pencapaian infrastuktur tidak akan sedahsyat sekarang. Menteri PUPR boleh Basuki, tapi jika presidennya bukan Jokowi, apa yang telah dicapai sekarang hanya berupa angan-angan. Keduanya menjadi satu kesatuan. Punya mimpi yang sama dan mewujudkan bersama.@
Selasa, 26 Juli 2022
Comment