by

Setelah 20 Tahun Berkuasa, Apa yang Membuat PKS Keok di Depok?

INDORAYANEWS.COMRezim kekuasaan PKS di Kota Depok bakal berakhir. Sebab, hasil perhitungan cepat Pilkada Kota Depok 2024 oleh dua lembaga survei, pasangan Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq kalah dari Supian Suri-Chandra Rahmansyah.

Imam-Ririn diusung PKS bersama Partai Golkar, PKN, PBB, dan Partai Masyumi. Sementara paslon Supian-Chandra diusung oleh 12 partai politik, seperti PPP, PDIP, Gerindra, PKB, Demokrat, Nasdem, hingga Partai Buruh.

Lembaga survei Voxpol Center mencatat, pasangan Imam-Ririn yang mendapat nomor urut 1 hanya memperoleh 46,81 persen berdasarkan hasil penghitungan cepat per 27 November 2024, pukul 20:46 WIB dengan data suara masuk 100 persen. Sementara pasangan Supian-Chandra mengantongi 53,19 persen.

Serupa, lembaga survei Indikator Politik Indonesia juga memenangkan pasangan Supian-Chandra. Pasangan nomor urut 2 di Pilkada Kota Depok itu memenangkan 53,7 persen suara, sedangkan Imam-Ririn yang hanya 46,3 persen. Angka ini pun diprediksi riil karena perolehan suara sudah 98,5 persen dengan tingkat partisipasi pemilih 66,24 persen per 27 November 2024 pukul 20:26 WIB.

Pihak Imam-Ririn membantah kalau mereka kalah di Pilwalkot Kota Depok. Mereka mengeklaim telah menang 51,5 persen dalam pilkada serentak tahun ini.

“Suara paslon nomor 1 berada di angka 51,5 persen. Meskipun keunggulannya tipis, kami optimistis bisa mempertahankannya,” kata Ketua Tim pemenangan pasangan calon Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi Arafiq, Hermanto, di Depok, sebagaimana dikutip dari Antara.

Tim Imam-Ririn masih melakukan penghitungan internal, tetapi meyakini pasangan yang diusung PKS itu menang. Mereka mengeklaim sudah mengumpulkan 80 persen data yang berasal dari saksi TPS di Kota Depok.

Sementara itu, Calon Wali Kota Depok nomor urut 1, Imam Budi Hartono, mengajak semua pihak untuk terus mengawal rekapitulasi dalam hari-hari ke depan, karena dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Imam mengucapkan terima kasih kepada seluruh pemilih, pengusung dan komunitas alim ulama, emak-emak sehingga bisa bareng-bareng mengawal pilkada ini. Hal-hal yang menjadi catatan mereka pemilu bisa berjalan jurdil.

Apa yang Membuat PKS Keok di Depok?

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan, kemenangan Supian-Chandra tidak hanya simbol memenangkan Pilkada Kota Depok, melainkan juga mengakhiri rezim berkuasa PKS selama hampir 20 tahun.

“Ini sejarah sih setelah 20 tahun PKS berkuasa di Depok, ternyata PKS bisa ditumbangkan juga gitu,” kata Kunto kepada Kamis 28 November 2024.

Kunto menilai, kekalahan PKS di Depok akibat sejumlah faktor. Pertama, Kunto tidak memungkiri bahwa politik uang masih memicu kekalahan Imam-Ririn. Ia beralasan, Pilkada 2024 berdekatan dengan Pilpres 2024 yang masih identik dengan politik transaksi uang.

Hal itu diduga masih kuat di masyarakat kelas menengah-bawah. Sementara itu, kata Kunto, PKS yang menggunakan pendekatan kaderisasi tidak menggunakan metode politik uang.

“Banyak yang di kelas menengah ke bawah masih mengharapkan serangan itu siraman rohani dalam bentuk uang sebelum pemilihan dan menurut saya itu yang salah satu faktor yang juga membuat PKS agak jeblok di Depok kali ini,” kata Kunto.

Kedua, Kunto melihat ada korelasi antara sikap PKS yang meninggalkan Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta. Kunto beralasan, sikap PKS itu memicu pemilih untuk enggan memilih paslon yang diusung PKS.

Meski Anies berada di daerah pemilihan berbeda dengan Kota Depok, kata Kunto, Depok dan beberapa kota lain masih menjadi kota satelit bagi Jakarta. Alhasil, isu nasional bisa mempengaruhi pemilih.

Kasus Anies diduga berimbas pada para simpatisan PKS yang akhirnya partai yang kini dipimpin Ahmad Syaikhu itu keok di Kota Depok dan sejumlah daerah lain di Jawa Barat, termasuk Pilkada Jawa Barat. Para ustaz PKS maupun simpatisan PKS enggan mendukung maksimal pasangan PKS di Pilkada Kota Depok 2024 akibat kebijakan DPP PKS, termasuk meninggalkan Anies.

“Kalau saya sih ya ada perubahan karena faktor Anies itu yang kemudian banyak simpatisannya, yang kemudian keluar, kalau kader asli tetap memilih pasangan PKS,” kata Kunto.

Kunto menambahkan, faktor lain yang mungkin membuat PKS keok di Kota Depok adalah kesalahan pemilihan wakil. Ia menilai, Ririn tidak begitu banyak mendorong elektabilitas Imam yang kader PKS.

Sebaliknya, analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, beranggapan, kekalahan PKS justru lebih pada faktor figur. Ia menilai, figur maupun rekam jejak kader PKS yang ditawarkan dalam Pilkada Kota Depok tidak kuat.

Ia tidak memungkiri kesalahan memilih figur yang tidak sesuai dengan selera pemilih, terutama pemilih Gen Z yang paling banyak saat ini, membuat tokoh PKS tidak dilirik.

“Jadi kan harus beradaptasi, PKS enggak bisa dengan cara-cara lama, yang menurut saya harus banyak diubah, jadi pendekatan kreatif, unik, penuh gimik, kadang substantif karena semua segmen disasar,” kata Agung kepada Tirto.

Faktor kedua, kata Agung, adalah kegagalan mesin partai memenangkan kandidat Imam-Ririn di Pilkada Kota Depok. Hal ini dimanfaatkan oleh Supian-Chandra untuk memenangkan pertarungan.

Namun, kata dia, faktor ketiga bisa jadi karena pemilih sudah enggan memilih PKS untuk kepemimpinan 5 tahun ke depan. Pemilih menilai PKS gagal menyelesaikan masalah klasik dan urban perkotaan di Depok, seperti banjir, macet, hingga jalan rusak.

“Jadi ada kejenuhan pemilih sehingga sedikit banyak membuat pemilih melirik calon lain yang punya magnet figur, program kerja lebih bagus karena kita tahu Depok ini banyak pemilih rasional,” kata Agung.

Agung tidak setuju bila PKS kalah karena faktor Anies gagal diusung PKS di Pilkada Jakarta. Ia mengatakan, Jakarta dan Pilkada Kota Depok berada di daerah yang berbeda.

Selain itu, Anies memberi dukungan kepada Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie, pasangan yang diusung PKS dalam Pilkada Jawa Barat, tetapi tetap kalah di Pilgub Jabar. Kalau pun ada efek, ia justru melihat imbas sikap DPP PKS yang berbalik mendukung pemerintah. Itu pun, kata Agung, bukan faktor dominan dalam pemilihan.

Agung kembali menekankan bahwa publik lebih melihat figur dalam pilkada. Ia menambahkan tidak hanya figur, tetapi juga keaktifan sosial media hinggga baliho maupun memberikan sesuatu saat Pilkada 2024.

“Bukan lihat partainya. Orang sudah lupa partai ketika kandidat maju sebagai paslon, yang diingat figurnya, kandidatnya,” kata Agung.

Oleh karena itu, Agung menekankan kekalahan Kota Depok lebih pada banyak pemilih rasional dan objektif. Kemudian, pemilih melihat situasi Depok yang tidak berubah banyak dalam 20 tahun terakhir dan kondisi yang tidak ada perubahan, termasuk situasi 5 tahun terakhir yang Kota Depok ikut dipimpin Imam Budi Hartono. Alhasil, pemilih meninggalkan PKS.

“Kecurigaan saya ada dugaan memang kepuasan kinerja pemerintah atau petahana sebelumnya tidak terlalu tinggi atau biasa-biasa saja, atau bahkan bisa di bawah itu,” kata Agung.

PKS Masih Berharap Menang di Kota Depok

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, mengakui bahwa dirinya sudah menyadari potensi kekalahan mereka di Pilkada Kota Depok. Ia sudah mengingatkan potensi ancaman Supian Suri dalam pilkada. Hal ini tidak lepas dari posisi Supian Suri sebagai mantan Sekda Kota Depok dan dekat dengan Wali Kota Depok yang juga kader PKS, M. Idris.

“Jadi kalau buat saya, tetap saya hormati keputusan warga Depok. Perubahan ada sesuatu yang niscaya. Kalau PKS tidak meet the criteria, So be it. Buat kami gampang bangkit lagi, maju lagi,” kata Mardani di kompleks DPR/MPR, Jakarta, Kamis 28 November 2024.

Seingat Mardani, PKS sempat melirik Supian untuk menjadi kandidat Wali Kota Depok. Akan tetapi, PKS akhirnya memutuskan untuk mengusung Imam yang merupakan kader PKS. Ia pun tidak masalah rezim PKS di Kota Depok harus berakhir karena mereka merupakan partai kader.

“Kami bangga kalau yang maju itu kader sendiri. Bahwa kurang, enggak ada yang kalah kok. Ini investasi buat masa depan,” kata Mardani.

Mardani tidak memungkiri ada Anies effect dalam Pilkada 2024. Akan tetapi, ia hanya menjawab dampak tersebut di Pilkada Jakarta 2024.

Khusus kemungkinan evaluasi, Mardani masih menilai hal itu terlalu terburu-buru. PKS saat ini fokus dalam mengawal formulir C1. Ia memahami bahwa PKS tak memenangkan pemilu di hasil hitung cepat, tetapi mereka akan berjuang hingga penghitungan selesai. Kalau kalah, mereka tetap bersyukur kader bekerja dengan baik.

“Secara umum pasti akan diadakan (evaluasi), tetapi it’s too early To make a decision today karena C1 masih kita kumpulkan dan kami itu selalu yang bikin kita bahagia, result nomor 2, tapi militansi kader nomor 1. Kami melihat di Depok, di Bekasi. Bekasi juga itu too close kok. Itu luar biasa militansinya dan buat kami itu, termasuk Jakarta,” kata Mardani.

Sumber:Tirto

1

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *