Depokrayanews.com- Anindya Bakrie adalah salah satu kandidat kuat calon Ketua Umum Kadin Indonesia. Namanya, sudah mulai diperbincangkan kalangan dunia usaha, apalagi pengurus Kadin tingkat provinsi maupun kabupaten kota.
Meskipun belum mendeklarasikan secara terang-terangan sebagai calon ketua, Anin, putra sulung pengusaha nasional, Aburizal Bakrie itu sudah melakukan safari ke sejumlah daerah, bertemu kepada daerah dan pengurus Kadin daerah.
Sosok Anin merupakan salah satu pengusaha yang keberadaannya sangat diperhitungkan dalam dunia bisnis Indonesia. Seperti apa sosoknya?
Anindya Bakrie terjun ke dunia bisnis ketika keadaan grup perusahaan milik keluarganya seperti kapal yang hampir tenggelam. Ia yang awalnya bekerja di salah satu firma keuangan terkenal di Amerika Serikat akhirnya merelakan pekerjaannya dan pulang ke Indonesia.
Beban yang ada di pundak Anin saat itu pun tidak tanggung-tanggung. Ia mesti menyelamatkan perusahaan TV swasta asuhan Bakrie Group yang memiliki utang bernilai jutaan dolar. Berkat kerja kerasnya, perusahaan itu berhasil diselamatkan dan menjadi salah satu stasiun TV yang banyak ditonton oleh warga Indonesia.
Tak hanya lihai dalam berbisnis, ternyata Anin juga cukup perhatian dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Laki-laki ini tergerak untuk mendirikan sebuah yayasan yang dapat membantu mewujudkan impian putra putri dari tanah air untuk merasakan bangku kuliah.
Anindya Novyan Bakrie lahir di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 10 November 1974. Ia merupakan anak pertama dari pengusaha sekaligus politisi terkenal Aburizal Bakrie dengan Tatty Murnitriati.
Sementara itu, kakek Anin, Achmad Bakrie, adalah pengusaha dan pendiri Bakrie Group. Achmad mengawali usahanya dengan mendirikan perusahaan Bakrie & Brothers pada tahun 1942 yang bergerak di bidang manufaktur dan infrastruktur.
Besar di keluarga yang berprofesi sebagai pengusaha, mungkin banyak yang mengira bahwa Anin mengambil jurusan Ekonomi untuk pendidikan S1-nya. Namun, ia sebenarnya merupakan sarjana Teknik Industri dari Northwestern University yang lulus pada tahun 1996.
Anin baru melanjutkan pendidikan masternya di bidang bisnis ketika mendapat amanah dari ayahnya untuk ikut mengurusi perusahaan-perusahaan Bakrie Group. Ia kuliah di Stanford Graduate School of Business dan mengambil program Global Management Immersion Experience.
Anin menikah dengan Firda Saugi pada tahun 2002. Pasangan suami istri ini dikarunia tiga anak, yakni dua orang anak putri serta satu orang putra yang masing-masing bernama Alisha Anastasia Bakrie, Azra Fadilla Bakrie, dan Akila Abunundya Bakrie.
Pernikahan Anin jauh dari hiruk pikuk, seperti pernikahan adiknya, Ardi Bakrie yang menikah dengan Nia Ramadhani.
Bila Ardi dan istrinya sering membagikan bagaimana kegiatan mereka sehari-hari, beda halnya dengan istri Anindya Bakrie. Firdani Saugi justru mengunci akun Instagram (Ig) miliknya dan hanya pengikut yang sudah ia accept yang bisa melihat postingan fotonya.
Sementara itu, Anin lebih banyak mengunggah foto-foto kegiatannya yang berhubungan dengan pekerjaan. Namun, ia juga sesekali membagikan momen liburan dan kebersamaan bersama sang istri serta tiga anaknya.
Pada tahun 1996, Anin lulus dari Northwestern University dan bekerja sebagai banker investasi di Salomon Brothers, Wall Street, Amerika Serikat. Salomon Brothers pernah menjadi firma keuangan top di Wall Street sebelum akhirnya berganti nama menjadi Salomon Smith Barney pada tahun 2003.
Kira-kira setahun setelah bekerja di Negeri Paman Sam, Anin pulang ke Jakarta karena diminta ayahnya untuk mengurusi perusahaan-perusahaan Bakrie Group. Ia menjadi Deputy to COO and Managing Directors untuk perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk yang kala itu mengalami krisis.
Anin kemudian diangkat sebagai pimpinan PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) pada tahun 2002 ketika perusahaan ini memiliki utang sebesar 128 juta dolar. Untuk mengatasi masalah itu, ia mengirim proposal restrukturisasi kepada lebih dari 200 kreditor agar mau mengubah utang mereka menjadi ekuitas.
Hasilnya, utang ANTV yang sebelumnya sempat menggunung berada di angka 0 pada tahun 2004. Namun, dampak mengubah utang menjadi ekuitas itu membuat saham Bakrie di perusahaan stasiun TV ini terpotong dari 60% menjadi 21%.
Pada tahun 2005, Anin sukses meyakinkan seorang bos media kelahiran Australia, Robert Mudoch untuk membeli saham ANTV sebesar 20% dengan harga 20 juta dolar. Pergantian program dan suntikan dana dari investor berhasil menyelamatkan nasib ANTV.
Tahun 2007, stasiun TV Lativi Media Karya milik pengusaha dan mantan Menteri Tenaga Kerja, Abdul Latief dibeli oleh Anin. Pembelian itu termasuk keputusan penuh risiko karena pada saat diakuisisi, Lativi terlilit utang dan tersandung beberapa kontroversi. Sebut saja masalah penayangan acara Smack Down yang penuh adegan kekerasan dan program dewasa yang melanggar sensor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Anin melakukan re-branding dengan mengganti nama stasiun Lativi menjadi tvOne. Bukan hanya itu saja, ia juga mengubah fokus stasiun TV ini supaya lebih banyak menyiarkan berita yang menyasar penonton dari kalangan kelas menengah.
Berkat terobosan-terobosan yang dilakukan oleh Anin, tvOne mengalami perkembangan yang cukup memuaskan. Pada tahun 2012, stasiun TV ini berhasil mengalahkan MetroTV sebagai channel berita nomor 1 di Indonesia. Selain itu, tvOne dan ANTV juga memiliki pendapatan sebesar 15,6% dari total belanja iklan televisi yang tayang di negeri ini pada tahun yang sama.
ANTV dan tvOne berada di bawah naungan PT Visi Media Asia (VIVA) yang juga pemilik dari channel viva+ serta portal media online Viva.co.id atau lebih dikenal dengan sebutan Vivanews. Anin menjabat sebagai President Director & CEO pada tahun 2008 di perusahaan yang tergabung dalam Bakrie Group ini.
Tahun 2011, Anin diajak oleh Erick Thohir yang kala itu masih menjadi salah satu pimpinan VIVA untuk mendaftarkan saham grup perusahaan ini ke Bursa Efek Indonesia. Keputusan untuk menjual saham VIVA kepada publik membuat grup perusahaan ini memperoleh suntikan dana sebesar 73 juta dolar.
Anin merupakan sosok penting di balik berdirinya Bakrie Center Foundation (BCF) pada tahun 2010 yang bergerak di bidang pendidikan. Yayasan ini memfasilitasi putra putri Indonesia pilihan yang ingin menimba ilmu di jenjang pendidikan lebih tinggi di beberapa universitas dalam dan luar negeri.
Perguruan tinggi dalam negeri yang bekerja sama dengan BCF adalah Instititut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Mulawarman, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Cendrawasih, Universitas Lampung, dan Universitas Andalas.
Sementara itu, BCF bekerja sama dengan S. Rajaratnam School of International Studies dari Nanyang Technological University di Singapura dan Stanford University di Amerika Serikat untuk perguruan tinggi di luar negeri. Dengan adanya kerja sama itu, yayasan ini berharap akan lahir talenta-talenta Indonesia yang memiliki jiwa kepemimpinan dan bakat yang luar biasa untuk membantu mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. (mad/ril)
Comment