DEPOKRAYANEWS.COM- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bercerita tetang cara menghadapi krisis dalam seminar bertajuk Macroeconomic Policy Mix For Stability and Economic Recovery, yang dihadiro Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen di Bali, Jumat 15 Juli 2022.
Sri Mulyani mengaku pengalaman Indonesia terjerat krisis keuangan 1997-1998 dan 2008-2009 menjadi penentu kebijakan fiskal untuk lebih adaptif terhadap guncangan ekonomi makro sehingga dari dua pengalaman krisis itu, Indonesia mampu menahan guncangan.
Sejak tahun 1997-1998, kata Sri Mulyani, Indonesia telah mampu melakukan counter cyclical dan diikuti oleh banyak negara. “Termasuk negara berkembang mencoba melakukan counter cyclical akibat guncangan global atau krisis keuangan 2008-2009,” kata Sri Mulyani.
Menurut dia, Krisis keuangan yang terjadi saat itu, telah membawa harga komoditas dunia melambung, namun Indonesia sebagai negara produsen komoditas tersebut mendapat ‘durian runtuh’ yang masuk ke dalam penerimaan negara. “Karena Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, jadi kami menikmati rejeki nomplok dari komoditas itu,” kata dia.
Sekarang krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19 menciptakan tantangan yang sama sekali berbeda. Oleh karena itu, kata Sri Mulyani kebijakan ekonomi makro dirombak kembali demi melindungi masyarakat dan perekonomian tanah air.
“Karena ini berbeda, ini bukan masalah korporasi, ini bukan masalah krisis perbankan. Ini masalah kesehatan yang mengancam masyarakat secara langsung,” jelas Sri Mulyani.
Penularan virus corona membuat pemerintah harus melakukan karantina wilayah atau lockdown, yang memaksa semua orang harus melakukan aktivitas dari rumah. Pendapatan mereka pun terancam, tak terkecuali ekonomi Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif.
Pemerintah dan otoritas terkait, kata Sri Mulyani harus benar-benar fokus untuk melindungi masyarakat, karena ekonomi berhenti begitu saja. Terutama melindungi rumah tangga berpenghasilan rendah dan rentan, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Dari sisi fiskal, respons kebijakan makro adalah defisit fiskal kami lebih dari 3%. Kami terus berdiskusi secara internal di lingkungan Kementerian Keuangan dan bersama-sama dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter,” jelas Sri Mulyani.
“Kami tahu bahwa kami harus memiliki semua aksi yang luar biasa karena kami sibuk menghadapi ancaman yang luar biasa,” kata dia. (mad/cnbc)
Comment