DepokRayanews.com- Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Depok masih sangat rendah, baru 21 persen. Angka ini sangat rendah dibanding Kota Bogor yang sudah mencapai 80 persen. Padahal Kota Depok, termasuk pionir dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR.
Hal itu diungkapkan DR. Rohani Budi Prihatin, seorang peneliti di Puslit Badan Keahlian DPR-RI pada acara simposium penguatan jaringan pegendalian tembakau di Kota Depok yang diselenggarakan Promkes Dinas Kesehatan Kota Depok, Rabu (6/11/2019)
Menurut Budi –panggilan Rohani Budi Prihatin, Kota Depok harus bekerja keras supaya bisa mencapai tingkat kepatuhan 80 persen tahun depan. ”Kota Depok sudah punya Perda KTR No 3 Tahun 2014. Artinya, Depok termasuk kota pertama yang punya Perda KTR di Indonesia, tapi implementasinya sangat lemah.” kata Budi dihadapan sekitar seratus pimpinan organisasi dunia usaha, ormas, kader keluarahan, LSM dan tokoh masyarakat.
Budi kemudian memberi contoh Kota Bogor yang sudah sukses menerapkan KTR dengan baik, sehingga tingkat kepatuhan mencapai 80 persen. Kemudian di Bogor juga dilarang ada iklan rokok dan tidak ada lagi minimarket yang memajang rokok. ”Karena memajang rokok di minimarket atau di warung atau di toko, sama saja dengan iklan,” kata Budi.
Menurut Budi, adanya KTR bukan berarti melarang sama sekali untuk merokok. Tapi hanya memindahkan lokasi tempat merokok ke tempat-tempat yang sudah disediakan. ”Jadi, kalau mau merokok, silakan, tapi tidak boleh sembarangan. Silakan merokok di tempat yang sudah disediakan,” kata Budi.
Budi menyadari tidak mudah untuk merubah prilaku merokok di sembarang tempat, tapi harus dilakukan agar udara Kota Depok lebih segar dan sehat. Apalagi dampak merokok itu sangat berbahaya, bukan saja bagi perokoknya, tapi juga bagi yang terdampak asap rokok.
Karena itu, penerapan Perda KTR itu harus dikawal dan diawasi. Satpol PP harus rutin melakukan pengawasan dan mengingatkan masyarakat yang masih merokok sembarang tempat. Budi kemudian memberi contoh betapa susahnya pihak PT Kereta Api melarang penumpang naik di atap gerbong ketika kereta ekonomi masih ada. Kemudian betapa beratnya menciptakan kawasan stasiun bebas asap rokok.
”Tapi ternyata berhasil. Tidak ada lagi orang yang merokok di dalam kawasan stasiun, apalagi di dalam kereta api, karena setiap saat masyarakat diingatkan, dilarang merokok di kawasan stasiun. Jadi kuncinya, harus terus menerus diingatkan sampai ada perubahan prilaku. Tapi kalau cuma diingatkan sesaat, kemudian didiamkan, tidak akan berhasil. Harus rutin, terus menerus,” kata Budi.
Budi mengingatkan aparat sipil negara (ASN), harus menjadi motor penggerak pelaksanaan KTR. ”Coba lihat, masih adakah ASN yang merokok di kantor kelurahan, kantor kecamatan atau di kantor walikota ? Kalau masih ada, ini harus ditertibkan terlebih dahulu,” kata Budi. (red)
Comment