Oleh: Lupianto
Kata rentenir sudah tidak asing lagi di sebagian kalangan masyarakat khususnya masyarakat yang selalu menggunakan jasanya.
Keberadaan rentenir kadang kala di pandang penting mengingat sulitnya birokrasi dan persyaratan untuk mendapatkan pinjaman bank.
Akan tetapi pinjaman dana dari rentenir bukanlah perkara yang mudah untuk di selesaikan mengingat bunga yang di tetapkan rentenir berkisar 10 hingga 15 persen. Hal inilah yang sering membuat sebagian para peminjam dana rentenir untuk melunaskan hutangnya tersebut.
Pada hakikatnya keberadaan rentenir tidak ilegal secara hukum, banyak yang mengira rentenir itu adalah bank gelap yang tidak memiliki izin dari bank indonesia dalam menjalankan aktifitas usaha layaknya bank bank konvensional lainnya.
Tapi jangan sampai anda keliru yang dimaksud bank gelap atau perusahaan yang menjalankan usaha layaknya bank konvensional tetapi tidak memiliki izin seperti yang dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) UU N0.10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU N0 7 tahun 1992 tentang perbankan yang merumuskan sebagai berikut “Barang siapa yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpan pinjam tanpa izin dari pimpinan bank indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 diancam dengan pidana penjara sekurang kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp 200 Milyar. ”
Pada rumusan tersebut diatas rentenir tidak menghimpun dana dari masyarakat melainkan mereka hanya meminjamkan atau menyalurkan dana sehingga rentenir dalam pasal tersebut diatas tidak dapat dikenakan sanksi pidana sebagai bank gelap.
Akan tetapi pada prosesnya rentenir banyak kelemaham di segi hukum lain. Kadang kala dalam praktek penagihan rentenir sering melakukan tindakan melawan hukum dengan cara menagih secara kasar kepada nasabah nasabahnya.
Kalau kita teliti sering kali rentenir meminjamkan tanpa ada perjanjian tertulis bahkan tanpa ada kwitansi satu lembarpun. Tapi banyak juga rentenir yang memgerti hukum dengan menuliskan kwitansi dengan keterangan titipan bukan pinjaman.
Mari kita bedah satu persatu dengan case yang berbeda. Contoh rentenir sering menuliskan kwitansi seperti berikut ” telah diterima titipan dana sebesar Rp.. ( nominal dana yang dipinjam). Kenapa titipan, karena suatu saat rentenir dapat menuntut nasabahnya dengan tuduhan penggelapan. Ini sudah jelas pidana.
Sedangkan untuk bunga pengembaliannya rentenir hanya secara lisan. Jadi kalau kita teliti maka kita bisa membayar pinjaman tersebut sesuai dengan nominal pinjaman saja dengan cara kita membayar harus via transfer bank bisa melalui m banking dengan menuliskan keterangan pengembalian titipan sebesar Rp. ( nominal pinjaman).
Dengan cara demikian nasabah memiliki bukti tertulis jika rentenir memaksa untuk meminta bunga kembali sesuai perjanjian secara lisan. Dan rentenir tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjerat si peminjam.
Nah..ada polemik lagi. Jika tidak dibayar, maka rentenir akan marah dan bertindak kasar terhadap peminjam. Kalau sampai ini terjadi maka senjata si peminjam bertambah lagi satu yaitu dengan melaporkan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan 335 KUHP.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kita sebagai peminjam memang sangat berterima kasih terhadap rentenir yang dapat meminjamkan dana kepada peminjam. Akan tetapi, kadangkala seiring berjalanya waktu si peminjam kadang kala kesulitan untuk melakukan pembayaran bunga tersebut dalam jangka waktu yang singkat.
Di satu sisi, rentenir sering memberlakukan aturan denda yang sama sekali menyulitkan bahkan menambah besar nominal pinjaman menjadi tiga kali lipat bahkan lebih.
Mudah mudahan bermanfaat guys. Maaf saya bukan ahli hukum, tetapi kita semua harus mengerti hal hal yang berhubungan dengan pidana dan perdata agar tidak salah langkah dalam bertindak. ***
Comment