DEPOKRAYANEWS.COM- Melanjutkan studi ke luar negeri, khususnya ke universitas top dunia, seperti Universitas Oxford, Universitas Cambridge, Massachusetts Institute of Technology (MIT), Universitas Stanford, Universitas Columbia, hingga Universitas Yale yang termasuk jajaran Ivy League merupakan cita-cita banyak pelajar Indonesia.
Berbeda dengan sistem pendidikan Indonesia yang mengutamakan pencapaian akademis, sistem pendidikan di Amerika Serikat (AS) dan Inggris, cenderung bersifat holistik. Dengan pendekatan holistik itulah calon mahasiswa akan dinilai admissions officer (petugas seleksi universitas) secara utuh sebagai seorang individu yang memiliki minat, bakat, dan karakter yang unik.
Country Manager Indonesia di Crimson Education, Vanya Sunanto, menerangkan, sebagai konsultan pendidikan ternama, pihaknya mempersiapkan profil siswa Indonesia agar siap bersaing dengan puluhan ribu pelajar dari seluruh belahan dunia, yang memerlukan proses yang panjang.
“Untuk menembus universitas-universitas, seperti Ivy League, Stanford, MIT, Oxford, atau Cambridge, kelas sembilan atau setara dengan kelas 3 SMP adalah waktu yang paling ideal bagi pelajar Indonesia untuk mulai mempersiapkan diri,” ujar Vanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat 16 Desember 2022.
“Sebagai langkah awal, mulailah dengan menjaga nilai rapor agar tetap baik, sembari mengeksplorasi kegiatan di luar sekolah yang diminati, misalnya kompetisi debat berbahasa Inggris, kompetisi Model United Nations (simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa), atau kursus coding (pemrograman), kata Vanya menambahkan.
Di mata admissions officer, sambung dia, profil ekstrakurikuler yang kuat tidak hanya menandakan kesungguhan siswa dalam bidang yang diminati, tetapi juga bukti komitmen dan konsistensi dalam mengembangkan bakatnya tanpa mengabaikan pencapaian akademisnya.
Menurut Vanya, hal itu kerap luput dari perhatian pelajar Indonesia. Dia mengakui, hal itu terjadi disebabkan oleh persepsi kegiatan ekstrakurikuler di Indonesia dengan di AS dan Inggris memang berbeda. Tetapi, bukan berarti pelajar Indonesia memiliki kesempatan yang kecil untuk dapat melanjutkan studinya di kedua negara tersebut.
“Pengembangan profil ekstrakurikuler harus dimulai dari eksplorasi minat dan bakat siswa. Profil yang solid tidak berarti sang siswa harus menjadi siswa segala bisa, ia hanya perlu mendalami dua atau tiga kegiatan yang berkesinambungan dan mendemonstrasikan nilai-nilai kepemimpinan di dalamnya,” kata Vanya.
Untuk membantu pelajar, Crimson Education pun menyelenggarakan Online Winter Camp melalui Crimson Research Institute Snow Program (CRISP) yang berlangsung pada 19 Desember 2022 hingga 27 Januari 2023. Nantinya, pelajar Indonesia memiliki kesempatan melakukan riset setingkat sarjana di bawah bimbingan pengajar dari universitas kelas dunia.
Crimson Education juga menyelenggarakan program Ivy League MUN Tour pada Januari 2023 yang memberikan kesempatan bagi pelajar Indonesia untuk mengikuti kompetisi Model United Nations di beberapa universitas Ivy League sekaligus mengunjungi universitas kelas dunia lainnya di AS. (rol/ril)
Comment